Day 23: Kesehatan Kaki di Waktu Weekend
Day 23
Rekam Jejak Kaki dan
Aktivitas Pribadi
Awal Bulan Juni kemarin gue bersama istri gue...
*cailah sekarang udah punya istri, biasanya ceritanya gak jauh dari gebetan,
mantan gebetan, dan pacar khayalan*
*ehem*
...oke lanjut. Gue sama istri gue punya wacana untuk liburan ke luar kota. Kita sepakat mencari suasana baru untuk menikmati weekend yang biasanya kita habiskan hanya di apartemen tempat tinggal kita. Hal yang
gue dan istri mesti sepakati adalah suasana hotel yang tidak seperti apartemen
kita yang mana mempunyai tipikal kamar studio XXI, fasilitas kolam renang, dan
akses vertikal berupa lift. Buat apa gue dan istri gue ke luar kota, kalo
suasananya sama dengan apartemen tempat tinggal kita?
Pencarian destinasi wisata yang terjangkau oleh budget liburan kita
adalah Anyer, Bandung, dan Pulau Seribu. Dengan segala pertimbangan
sampai melibatkan Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi (woilah segitunya),
akhirnya kita memilih Bandung karena daerahnya gue cukup hafal dan cukup adem
buat menenangkan amarah gue akan kepadatan kota Jakarta yang berangsur-angsur
semakin ramai semenjak ditetapkannya WFO 100% di kantor gue dan PPKM level 1 di
daerah Jabodetabek yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
Setelah pencarian destinasi wisata, pencarian kedua adalah hotel tempat tinggal
kita yang sudah disepakati dari awal, jangan ambil hotel yang suasananya
seperti apartemen kita. Kecermatan istri gue yang gak pernah menang cerdas
cermat ini memilih hotel Tama Boutique di daerah Pasar Kaliki Bandung. Gue
lihat sekilas di internet, bangunan 6 lantai ini memiliki suasana
kamar bertema nuansa Korea. Saat datang ke hotel tersebut, gue dan istri gue
merasa cukup worth it dengan suasana kamar yang dilengkapi
dengan balkon, art towel, dan
kue sebagai jamuan dari hotel (kue apa jamu mas?!).
Dari segi arsitektur bangunan, gue suka dengan layout area penerima, sirkulasi dan suasana koridor di dalam bangunan, suasana kamar unit, dan area publik di dalamnya. Pemisahan area restoran dan lobby penerimanya sudah menjadi nilai tambah. For your information, bangunan ini merupakan bangunan multifungsi yaitu restoran dan hotel. Uniknya, hotel ini memiliki lobby di bagian paling atas yang bergabung dengan area publik lainnya seperti dining area dan sky garden.
Sumber: Foto Pribadi Cukup Sederhana Untuk Area Penerima |
Sumber: Foto Pribadi Suasana di Restoran Hotel |
Sumber: Foto Pribadi Suasana Area Outdoor. Biasa Saja. |
Sumber: Foto Pribadi Uniknya Hotel Ini Lobbynya Ada Di Lantai Paling Atas |
Sumber: Foto Pribadi Koridor Menuju Kamar Lengkap Dengan Skylight Di Tengah Bangunan |
Sumber: Foto Pribadi Lantainya Adem Kek Ubin Masjid |
Pemilihan furniture dan material di dalam kamar pun cukup apik. Hanya saja layout kasur di kamar gue langsung menghadap balkon yang mana menurut istri gue di sadur dari feng shui itu kurang baik dan juga kasur yang layout nya bikin tulang kering kita bercumbu dengan kayu penopang kasur.
Sumber: Foto Pribadi
Suasana Kamar Hotel, Kalo Gue Bisa Ngontrak Di Sini Gue Ngontrak 3 Tahun Dah (Asal Murah)
Sumber: Foto Pribadi Ini Ujung Kasur yang Di Maksud |
Sumber: Foto Pribadi Kamar Mandi Ala-Ala Di Korea |
Sumber: Foto Pribadi Suasana Balkon Dengan Menu Sarapan Pagi |
Karena hotel tempat kita
menginap cukup dekat dengan kuliner dan juga kemacetan, gue dan istri gue
memutuskan untuk berjalan kaki untuk menjangkau tempat-tempat yang kita ingin
datangi. Sambil bernostalgia dengan suasana pedestrian Bandung yang cocok untuk
dicaci maki karena tidak ramah pejalan kaki.
Rute: Hotel – Dimsum Sembilan
Ayam
Jarak dan Waktu Tempuh: 350
meter selama 4 menit
Tingkat Kesulitan: Medium Well (perasaan ini tingkat
kematangan daging steak)
Sumber: Foto Pribadi Figur Istri Sebagai Pejalan Kaki yang Teraniaya Karena Buruknya Pedestrian di Jalan Pasir Kaliki Bandung |
Terakhir, gue
jalan-jalan di pedestrian kota Bandung yaitu di masa kuliah, saat gue sedang
survey kecil-kecilan mengenai kualitas pedestrian di kota Bandung yang tentunya
berkaitan dengan tugas kuliah gue. Seperti halnya patung selamat datang di
Jakarta, bentuknya tidak berubah seiring berjalannya waktu. Jalur pedestrian
naik turun seperti wahana waterboom, PKL
yang mengisi shaf-shaf kosong sepanjang pedestrian, dan pemasangan rambu-rambu
petunjuk arah yang kurang terencana (menurut gue). Sayangnya dokumentasi
sepanjang jalan pada waktu gue dan istri gue berangkat dan pulang hanya 1
gambar di atas. Tapi dari satu gambar tersebut sudah bisa merepresentasikan
bagaimana buruknya pedestrian di salah satu sudut jalan kota Bandung. Mungkin
ini tidak ramah pejalan kaki, tetapi ramah untuk monster yang kakinya sebesar
Kaiju.
Sumber: Dari Google Kaki Kaiju Segede Toko di Pinggir Jalan |
Perjalanan yang cukup
menguras raga betis kaki gue dan istri gue terbayar dengan kenikmatan dimsum
yang belum kita rasakan sebelumnya sepanjang sejarah hidup kita memakan dimsum.
Sumber: Foto Pribadi
Dokumentasi Pesanan Gue dan Istri Gue di Dimsum Sembilan Ayam
Rute: Hotel – Circle K
Pasir Kaliki
Jarak dan Waktu Tempuh: 160
meter selama 2 menit
Tingkat Kesulitan: Medium Rare (masih ajeee pake tingkat
kematangan steak)
Sepanjang jalan gue
hanya melihat mobil-mobil parkir seenaknya, PKL, dan kemacetan di Jalan Rajiman
(jalan depan hotel gue) yang belum berubah dari saat terakhir kali gue melewati
daerah tersebut saat malam hari. Seketika jiwa entertain gue muncul saat berinisiatif mengambil sejumlah koin yang
gue punya lalu dimasukan ke dalam botol aqua kosong sambal berdendang dari
mobil ke mobil. Teringat akan permintaan jajanan istri gue, akhirnya gue
mengurungkan niat tersebut dan segera kembali ke Hotel.
Rute: Hotel – Sawo
Coffee
Jarak dan Waktu Tempuh: 150
meter selama 2 menit
Tingkat Kesulitan: Easy Peasy Lemon Squeezy
Jalanan selebar kurang
lebih 6 meter ini saat pagi hari kita berjalan kaki cukup sepi. Mungkin karena
suasana perumahan hari minggu yang mana orang-orang jarang keluar rumah untuk
beraktivitas. Gue dan istri gue cukup menikmati jalan kaki di sini, bahkan di
tengah jalan sekalipun. Walaupun kita berjalan di tengah jalan, dengan peringatan
klakson mobil yang insensitasnya jarang, cukup membuat kita sadar diri untuk
mengalah menepi dari tengah jalan.
Sumber: Foto Pribadi Permainan Partisi Transparannya Terasa Seperti Kek Nonton Video yang Enggak-Enggak (NONTON APAAN TUH KLO BOLEH TAU??!!) |
Sumber: Foto Pribadi |
Rute: Hotel – Mie Gacoan
Pasir Kaliki
Jarak dan Waktu Tempuh: 450
meter selama 6 menit
Tingkat Kesulitan: Hard Compound (lah sekarang pake tingkat
ketebalan ban F1)
Deskripsi jalanannya hampir
mirip dengan jalan menuju Dimsum Sembilan Ayam, hanya saja suasananya yaitu
panas seperti compound aspal yang
baru saja selesai dikerjakan. Tentunya dengan motor-motor yang mencoba berjalan
di atas pedestrian lengkap dengan arogansinya membunyikan klakson berkali-kali seperti
tukang roti lauw yang sedang menjajakan rotinya kepada masyarakat luas.
Sumber: Dari Google |
Sumber: Foto Pribadi Suasana Outdoor di Mie Gacoan |
Sumber: Foto Pribadi Mbak-Mbak Cosplay Sebagai Umbi-Umbian yang Tumbuh di Tumbuh-Tumbuhan (?) |
Sumber: Foto Pribadi Mas-Mas Cosplay Sebagai Mas-Mas Kepanasan (Menurut Lo Mas?!) |
Sumber: Foto Pribadi Pedestriannya Ramah Sekali Terhadap Pejalan Kaki (Ramah Untuk Ditabrak Kendaraan Tentunya) |
Sumber: Foto Sendiri "Masih jauh gak sih?!" Ujar Istri Gue yang Baru Berjalan 50 Meter |
Bandung
yang gue kenal tentang pedestrian yang tidak ramah pejalan kaki (tetapi ramah terhadap
Kaiju), masih tidak berubah. Menurut gue perencanaan pedestrian di sepanjang
kota Bandung mungkin sudah ada, tetapi belum terlaksana karena ada hal lain
yang menjadi prioritas yang berkaitan dengan pengembangan kota Bandung. Ada
beberapa cara untuk memberikan notice
ke pemerintah daerah sebagai puncak tertinggi kekuasaan di daerah tersebut yaitu
dengan membuat kegiatan aktivasi ruang di pedestrian kota Bandung. Dengan aktivasi ruang di pedestrian tersebut diharapkan pemerintah lebih aware untuk melihat kebutuhan masyarakat akan fasilitas kota yang lebih baik. Dan tentunya mengundang para pengguna jalan untuk lebih sering berjalan kaki dibanding menggunakan kendaraan jika tujuannya berjalan kakinya di situ-situ aja. Kalo jalan kakinya ke arah Gerbang Tol Pasteur gue rasa itu malah mengundang ambulans untuk diangkut ke rumah sakit terdekat karena merasakan kelumpuhan ringan pada kaki (soalnya jalan kakinya ke jauhan).
Comments
Post a Comment