Day 21: Modernitas Area Bermain Anak
Day 21
Modernitas Area Bermain Anak
Modernitas Area Bermain Anak
Polling via Instastory 5 April 2020
Prolog
Lahir di era industri dengan mengedepankan kesederhanaan dan fungsi untuk semua kelas sosial, munculah gerakan arsitektur baru oleh Bauhaus. Dengan mengkombinasikan seni, keterampilan, dan teknologi arsitektur bauhaus menjadi sebuah produk yang dapat diproduksi secara massal.
Seperti yang kita ketahui, pendiri Bauhaus yaitu Walter Gropius punya asisten yang bernama Ernst Neufert. Pada tahun 1939 buku Der Neufrt atau lebih dikenal sebagai “Data Arsitek” karya Ernst Neufert diproduksi. Buku ini menjadi titik acuan global untuk mendesain arsitektur modern. Ketika perang dunia ke-2, banyak kota yang hancur dan memungkinkan para perencana menguji prinsip yang dikembangkan saat perang dalam praktik untuk menyediakan lingkungan modern nan ekspreimental.
Prinsip urban modern dari zaman Ludwig Hilberseimer hingga Le Corbusier, kota sebagai unit fungsional. Ketika hidup, bekerja, dan rekreasi harus terpisah secara spasial agar penampilannya sesuai di setiap areanya. Untuk pusat kotanya direncanakan sebagai tempat perdagangan, budaya, dan administrasi.
*sruput kopi* *sambil makan kue putu*
Sejak 1950 dan seterusnya modernism ini terkikis karena perkembangan kotanya menjadi ramah terhadap mobil. Padahal apa yang dibangun pada kota-kota di seluruh dunia prinsipnya kesederhanaan dan fungsi seperti prinsip Bauhaus. Namun kota terlalu mengabaikan kualitas bangunan dan pengerjaan.
Dua obsesi Bauhaus yang merusak reputasi yaitu mesin dan produksi massal. Dari perspektif estetika, keseragaman bentuk global membuat Bauhaus ketinggalan di zaman kesadaran budaya dan perayaan keanekaragaman. Pendiri Bauhaus menyatakan kegagalannya terhadap perusakan kota-kota dan permukiman saat ini ketika tidak menempatkan kebutuhan dasar manusia di atas tuntutan industri.
Jika perencana kota bisa belajar dari kesalahan modernitas, di masa depan kota-kota akan berubah menjadi ruang hidup dengan "campuran kota" yang (mungkin) akan dibanggakan oleh para penghuninya.
Studi Kasus
Apakah RPTRA (Ruang Publik Terpadu Ramah Anak) di Jakarta termasuk bagian dari modernitas sebuah tempat bermain anak?
Menurut gue sebagai lulusan arsitektur yang tentunya (bukan) ahli perkotaan sulit untuk mendefinisikan dengan jelas bagian mana yang termasuk modernitas atau bukan karena sifat adaptif anak-anak ketika merespon sebuah permainan yang mereka lakukan. Mereka bisa merespon sebuah ruang dengan inisiatif mereka atau mereka memanfaatkan bagian dari produk permain tersebut sesuai dengan keinginannya.
Kita buktikan dengan membedah dua tempat bermain anak di satu daerah yaitu RPTRA Pendongkelan dan Jalan Zamrud di Kali Apuran.
Sebelumnya akan gue jelaskan bagian modernitas tempat bermain anak yang di maksud adalah sebuah upaya membagi ruang ke dalam fungsi-fungsi tertentu untuk mendapatkan estetika yang menarik dan mudah dikenali sebagai tempat bermain anak. Unsur pendukung seperti modul permainan anak yang diproduksi secara fabrikasi dipasang dan dijadikan “monumen” tempat bermain anak. Otomatis modul permainan anak ini menjadi pusat aktivitas di tempat tersebut.
Sebuah pertanyaan buat gue pribadi apakah perencanaan tempat bermain anak yang mudah dikenali harus selalu mengacu pada modul-modul permainan yang dirancang secara fabrikasi?
Sumber: Google Maps Diolah Kembali Oleh Diri Sendiri Radius Lokasi RPTRA Pedongkelan dan Jalan Zamrud Kali Apuran |
Sumber: Data Arsitek
Tempat Bermain Ala Ernst Neufert
Sumber: Google dan Gue Sendiri Tempat Bermain Ala RPTRA Pedongkelan |
Sumber: Google dan Gue Sendiri Tempat Bermain Ala Jl. Zamrud Kali Apuran |
Sumber: Google dan Gue Sendiri Tempat Bermain Ala Jl. Zamrud Kali Apuran |
Sumber: Google dan Gue Sendiri Tempat Bermain Ala Jl. Zamrud Kali Apuran |
Sumber: Google dan Gue Sendiri Tempat Bermain Ala RPTRA Pendongkelan |
Sumber: Google dan Gue Sendiri Area Tempat Bermain di RPTRA Pedongkelan dan Jl. Zamrud Kali Apuran |
Menurut pengamatan secara kasat mata dari yang (bukan) ahlinya perkotaan, RPTRA direncanakan dan dibangun dengan memanfaatkan taman yang sudah tersedia ataupun lahan sisa yang memungkinkan untuk dibangunnya sebuah tempat bermain di ruang publik.
Lantas, bagaimana dengan nasib daerah yang (kelihatannya) tidak mempunyai lahan yang cukup luas untuk merencanakan sebuah tempat bermain?
Sumber: Gue Sendiri Strategi Perencanaan Tempat Bermain Jl. Zamrud I |
Sumber: Gue Sendiri Strategi Perencanaan Tempat Bermain Jl. Zamrud I |
Sumber: Gue Sendiri Strategi Perencanaan Tempat Bermain Jl. Zamrud I |
Sumber: Gue Sendiri Strategi Perencanaan Tempat Bermain Jl. Zamrud I |
Sumber: Gue Sendiri Strategi Perencanaan Tempat Bermain Jl. Zamrud II |
Sumber: Gue Sendiri Strategi Perencanaan Tempat Bermain Jl. Zamrud II |
Sumber: Gue Sendiri Strategi Perencanaan Tempat Bermain Jl. Zamrud II |
Epilog
Strategi perencanaan ini merupakan tahap awal untuk membangun awareness warga sekitar Jalan Zamrud Kali Apuran terhadap aktivitas bermain anak. Dengan kondisi lahan yang terbatas, peluang untuk merencanakan sebuah area bermain tidak terpatok oleh ketersediaan lahan yang cukup luas dan memasang modul permainan fabrikasi.
Strategi ini dilakukan untuk membuka ruang-ruang bermain anak di depan halaman rumah mereka dengan perencanaan kolektif yang melibatkan anak-anak sekitar Jalan Zamrud Kali Apuran serta kolektif warga skala RT di daerah tersebut.
Jika dibandingkan pada kasus modernitas tempat bermain anak di RPTRA Pendongkelan, tempat bermain anak di Jalan Zamrud Kali Apuran dapat berkembang secara organik dengan minim intervensi alat produksi modern. Variasi kegiatan yang melibatkan imajinasi anak-anak daerah tersebut dapat menjadi kekayaan tersendiri dalam mengembangkan modul permainan versi mereka.
Dengan ini daerah tersebut bisa memiliki identitas tempat bermain ala anak-anak setempat, tanpa mengandalkan modul permainan hasil produksi secara fabrikasi dan dijadikan monumen. Jika ini terwujud, tempat bermain bisa menjadi salah satu bentuk perayaan keanekaragaman kehidupan anak-anak di kota Jakarta.
Catatan:
- Materi ini menjadi bahasan bersama Adi Wibowo dari Studio Lab Tanya. Lebih lanjutnya dapat mengunjungi tautan berikut ini.
- Materi ini dibuat untuk memenuhi subjek pelajaran "Kawin Paksa: Gudskul x Bauhaus", Kelas Bauhaus ala Gudskul oleh Farid Rakun. Gudskul, Studi Kolektif dan Ekosistem Seni Rupa Kontemporer , Jakarta, 2020.
Comments
Post a Comment