Day 17: Harga Tiket Pesawat dan Eksistensi Pelabuhan Penyeberangan Penumpang

Day 17
Harga Tiket Pesawat dan Eksistensi Pelabuhan Penyeberangan Penumpang

Sumber: Gue Sendiri
Pelabuhan Penyeberangan Penumpang

“HARGA TIKET PESAWAT HARI BIASA MAHAL BANGET SIH? KEK HARGA TIKET LEBARAN NJIR!!!” –Luthfi, 25 tahun, Anak Perantauan dan Emosian.

“GILA HARGA BAGASI SAMA KEK HARGA TIKET PESAWAT GUE!” –Rani, 28 tahun, Karyawan Startup dan Perhitungan.

“LAYANAN MASKAPAI MAKIN ANEH-ANEH AJA SIH, UDAH HARGANYA MAHAL PELAYANANNYA UDAH SETARA KEK DI BUS ANTAR PROVINSI!!!” –Rendra, 32 tahun, Pengusaha Muda, Beda, Berbahaya, dan Gak Pernah Naik Pesawat Mahal (tapi ikutan komplain kebijakan dari pesawat mahal).

“Makin susah aja nih buat nge-press biaya akomodasi kalo mau jalan-jalan naik pesawat.” -Damas, 24 tahun, Karyawan, Jarang Naik Pesawat.

Banyak keluhan yang gue dengar terkait kebijakan pemerintah berupa kenaikan tarif tiket penerbangan yang menimbulkan efek domino yang besar terhadap masyarakat. Menurut pandangan gue, kebijakan ini dinilai merugikan masyarakat miskin yang sering melakukan perjalanan menggunakan pesawat sampai masyarakat miskin tadi membuat petisi untuk menurunkan harga tiket pesawat.

Sumber: Dari Sini 
Petisi Mengenai Kenaikan Tarif Tiket Penerbangan Agar Diturunkan

Menurut Kemenhub, tarif maskapai yang berlaku masih sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 14 Tahun 2016 tentang Mekanisme Formulasi Perhitungan dan Penetapan Tarif Batas Atas dan Tarif Batas Bawah Penumpang Pelayanan Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri.

Kalo dilihat dari postingan media sosial teman-teman gue mengenai kenaikan tarif ini, harga tarif penerbangan domestik lebih mahal daripada penerbangan internasional sehingga banyak dari mereka berpikir untuk melakukan perjalanan via penerbangan internasional untuk sampai ke kampungnya. Contoh teman gue Rani. Dia karyawan startup umur 28 tahun, cantik, rambut pendek, kacamata, tapi udah punya pacar (yaah sabar mas) ini berdomisili di Medan. Untuk melakukan perjalanan ke Medan dari Jakarta direct dia harus merogoh kocek Rp762.000 – Rp1.441.000. Sedangkan jika dia pergi ke Medan lewat Malaysia (Jakarta-Malaysia-Medan) dia hanya merogoh kocek Rp721.000 – Rp1.319.000. Kesimpulannya menurut gue, Rani ini bisa dinobatkan sebagai sobat miskin karena perhitungan banget. Cuman beda Rp50.000 – Rp150.000 dia ngomel-ngomel mahalnya tarif tiket penerbangan udah kaya ibu-ibu yang gagal bernegosiasi dengan pedagang pasar.

*digebukin Abangnya Rani yang kebetulan Atlet Proliga*

Belum lagi dengan ocehan-ocehan warganet yang gue liat di sosial media yang membuat gue cukup berani untuk mendorong pemerintah mengekspor orang-orang miskin agar komoditas ekspor meningkat dan orang-orang miskin di Indonesia berkurang. Satu postingan warganet yang membuat gue tertarik untuk dijadikan sebuah prolog tulisan blog gue:

“Wah kalo tiket pesawat mahal gue naik kapal ferry lagi deh.”


Gue sempat bercerita mengenai kapal ferry milik kantor gue di sini. Menurut gue untuk sebuah pilihan transportasi, asalkan mereka punya duit untuk membayar jasa transportasi tersebut mereka bebas memilih untuk menggunakan transportasi apa untuk mencapai tujuannya. Ada pengusaha yang sangat kaya memilih untuk naik pesawat/helikopter untuk menempuh perjalanan Jakarta–Bandung karena dia males merasakan kemacetan di jalur darat. Ada karyawan (contohnya gue) yang rela berenang antar selat untuk mencapai ke suatu pulau karena tiket penyeberangan mahal (ah pelit aja lo mas). Untuk penyeberangan penumpang, kantor gue sendiri ASDP Indonesia Ferry mengelola 35 pelabuhan di 29 cabang seluruh Indonesia. Dari 29 cabang tersebut tidak semua cabang memiliki pelabuhan yang dikelola kantor gue. Ada cabang yang nebeng pelabuhan Pemda di daerah tersebut, jadi tidak semua pelabuhan milik ASDP Indonesia Ferry. Pada prinsipnya, pelabuhan penyeberangan sama dengan terminal bus, stasiun kereta api, dan bandara udara yaitu tempat transit sebelum naik angkutan penumpang. Buat gue, pelabuhan penyeberangan mempunyai karakter sendiri yang bisa diceritakan kepada khalayak umum.

Tahun 2004, Pelabuhan Penyeberangan Merak

Sedikit flashback ketika gue pertama kali datang ke Pelabuhan Penyeberangan Merak. Suasananya begitu mencekam dan seram (waktu itu umur gue 10 tahun). Gue sempet berpikir “Kalo gue gak pegangan terus sama nyokap gue, mungkin gue udah tenggelam di kerumunan orang-orang,  dan ditemukan oleh satu orang om-om yang memanfaatkan gue untuk jual kacang, rokok super, dan permen hexos sampai gue dewasa kelak".

Saat ini, wajah Pelabuhan Penyeberangan Merak sudah berubah dari 15 tahun sebelumnya saat pengalaman pertama gue ke pelabuhan tersebut. Fasilitas-fasilitas yang ada cukup memadai, kebersihannya pun cukup baik. Dari aspek-aspek tersebut Pelabuhan Penyeberangan Merak menjadi salah satu pelabuhan dari 3 pelabuhan yang dikelola ASDP Indonesia Ferry yang mendapatkan penghargaan Unit Pelayanan Publik dari Kementerian Perhubungan.

Sumber: Gue Sendiri
Gue (Duduk Paling Kanan) bersama dengan Direktur Utama ASDP Indonesia Ferry Ira Puspadewi (kerudung di tengah), Direktur Layanan dan Fasilitas Christine Hutabarat (berdiri 5 dari kiri), dan General Manager Cabang Merak Fahmi Alweni (berdiri 6 dari kiri), Perwakilan Cabang Bakauheni (berdiri 6 dari kanan), General Manager Cabang Ketapang Capt Solikin (berdiri paling kanan), Capt Mardani (berdiri 4 dari kiri), Para Vice President, Manajer, dan Staf Kantor Pusat dan Kantor Cabang ASDP Indonesia Ferry saat menerima penghargaan Unit Pelayanan Publik dari Kementerian Perhubungan di JCC Jakarta
Berkat penghargaan tersebut, kantor gue sebagai pengelola pelabuhan penyeberangan penumpang termotivasi untuk berbenah mengenai SPM (Standar Pelayanan Minimum) pelabuhan penyeberangan yang telah ditetapkan oleh Kementerian Perhubungan dan harus dioptimalkan penerapannya di seluruh pelabuhan penyeberangan milik ASDP Indonesia Ferry karena ada beberapa pelabuhan penyeberangan milik kantor gue yang masih belum sesuai dengan SPM. Kasusnya ketika gue pergi ke beberapa cabang. Kedepannya, catatan tersebut menjadi evaluasi dan untuk sekarang sudah banyak pelabuhan penyeberangan yang dikelola kantor gue sudah dalam tahap pembenahan sarana dan prasarana sesuai SPM pelabuhan penyeberangan penumpang yang sudah ditetapkan. 

SPM sendiri banyak variabelnya, salah satunya mengenai sterilisasi pelabuhan. Berikut penjelasannya versi gue dengan dasar PM 29 Tahun 2016 tentang Sterilisasi Pelabuhan Penyeberangan.


Sterilisasi Pelabuhan Penyeberangan

Di dalam pelabuhan terdapat zonasi untuk sterilisasi area sehingga terbagi mana daerah untuk pengantar, penumpang, pedagang, dan petugas pelabuhan. Sterilisasi ini tidak ada hubungannya dengan laboratorium penelitian alien seperti Area 51 yang ada di bagian selatan Nevada, Amerika Serikat.

Apakah pembagian sterilisasi pelabuhan penyeberangan zonasinya sama seperti di bandara atau stasiun kereta api?

Berdasarkan PM 29 tahun 2016 area pelabuhan penyeberangan terbagi atas sistem zonasi meliputi Zonasi A untuk orang, Zonasi B untuk kendaraan, Zonasi C untuk fasilitas vital. Dimulai dari Zonasi A. Terbagi 3 bagian yaitu Zona A1, Zona A2, dan Zona A3.

Zona A1

“…Penempatan loket dan parkir kendaraan dan hanya diperuntukan bagi pengantar/penjemput penumpang (dari pintu gerbang pelabuhan sampai loket) …


Sebelum masuk ke pelabuhan penyeberangan untuk naik kapal (yaiyalah masa naik jabatan), penumpang membeli tiket di area ini. Di area ini juga terdapat sarana-sarana penunjang seperti minimarket, toko oleh-oleh, ATM, Mushola, dan area-area publik lainnya guna mengakomodasi kebutuhan penumpang sebelum naik ke kapal. Khusus pengantar hanya bisa sampai area ini. Jadi kalo mau romantis-romantisan untuk salam perpisahan sama pacar/gebetan/mantan bisa dilakukan di sini.


Sumber: Gue Sendiri
Loket Penumpang Pelabuhan Penyeberangan Merak, Banten
Sumber: Gue Sendiri
Loket Penumpang Pelabuhan Penyeberangan Bakauheni, Lampung

Zona A2

“…untuk ruang tunggu dan hanya diperuntukan untuk calon penumpang…”

Setelah membeli tiket di loket penumpang, penumpang diarahkan menuju ruang tunggu. Di ruang tunggu terdapat fasilitas seperti toilet, mushola, dan minimarket atau toko (biasanya cuman 1 atau 2, gak sebanyak yang ada di Zona A1).


Sumber: Gue Sendiri
Ruang Tunggu Pelabuhan Penyeberangan Ketapang, Banyuwangi
Sumber: Gue Sendiri
Ruang Tunggu Pelabuhan Penyeberangan Pototano, Sumbawa Barat

Zona A3

“…untuk pemeriksaan tiket penumpang dan hanya diperuntukan bagi orang yang akan menyeberang.”


Di zona ini, penumpang siap untuk naik ke kapal. Sebelum naik ke kapal, petugas akan memeriksa tiket di area ini. Setelah petugas memeriksa tiket, petugas mempersilahkan penumpang untuk naik kapal. Di sini penumpang bebas memilih kapal yang ada pada saat itu juga. Kalo boleh saran, naiklah kapal ASDP karena semua fasilitasnya gratis dan cukup lengkap untuk menemani perjalanan selama berlayar (cerita gue naik kapal ferry ASDP ada di sini).


Sumber: Gue Sendiri
Gangway Pelabuhan Penyeberangan Merak, Banten. Saat itu gue bersama dengan Pak Rusli orang Kementerian Perhubungan dan manajer gue Bu Eva didampingi oleh Manajer SDM Cabang Merak pada saat itu Pak Chris.


Sumber: Gue Sendiri
Gangway Pelabuhan Penyeberangan Bakauheni, Lampung

Setelah dari zonasi A untuk penumpang pejalan kaki, lanjut ke Zonasi B untuk kendaraan. Zonasi ini terbagi 3 bagian yaitu Zona B1, Zona B2, dan Zona B3.

Zona B1

“…merupakan area pelabuhan untuk penempatan jembatan timbang dan toll gate bagi kendaraan…”

Sama halnya seperti penumpang, kendaraan yang akan menggunakan jasa penyeberangan haruslah memiliki tiket. Dan juga supir yang mengendarainya. Kalo gak ada supirnya, kendaraannya gak bisa jalan. Masing-masing golongan mempunyai harga tiketnya masing-masing. Itu juga menyesuaikan daerah penyeberangannya. Semakin lama jam pelayarannya, semakin mahal tarifnya. Dan semakin besar ukuran panjang kendaraannya semakin mahal tarifnya. Untuk golongan I, II, III, IVA, IVB tidak perlu melewati jembatan timbang (kecuali kalo dibeberapa tempat diharuskan untuk melewati jembatan tersebut). Khusus untuk golongan VA, VB, VIA, VIB, VII, VIII, dan IX harus melewati jembatan timbang untuk ditimbang muatannya. Jembatan timbang ini bentuknya berbeda dengan timbangan yang diposyandu karena jembatan timbang fungsinya untuk mengukur berat kendaraan jenis besar. Mungkin kalo anaknya Bumblebee atau Optimus Prime bisa diukur di jembatan timbang bukan timbangan posyandu. Dari pengukuran muatan tersebut terlihat apakah kendaraan tersebut layak ikut berlayar atau tidak. Jembatan timbang ini letaknya sebelum loket kendaraan (toll-gate)


Sumber: Gue Sendiri
Toll-Gate di Pelabuhan Penyeberangan Lembar, Lombok Barat

Zona B2

“…merupakan area pelabuhan untuk antrian kendaraan yang akan menyeberang (sudah memiliki tiket)…”

Di zona ini kendaraan yang siap untuk muat sudah memiliki tiket dan siap untuk masuk ke dalam kantung antrian. Di sini terdapat fasilitas toilet dan mushola yang dapat dijangkau.


Sumber: Gue Sendiri
Zona B2 Di Pelabuhan Penyeberangan Bakauheni, Lampung
Sumber: Gue Sendiri
Zona B2 Di Pelabuhan Penyeberangan Telaga Punggur, Batam

Zona B3

“…merupakan area muat kendaraan siap muat kapal.

Pada zona ini tiket akan diperiksa oleh petugas yang ada di area tersebut. Setelah pemeriksaan tiket sesuai dengan kendaraan beserta muatannya, petugas akan mengarahkan kendaraan untuk muat ke kapal. Setiap daerah mempunyai jam layanan yang berbeda-beda tergantung daerahnya masing-masing. Yang pernah gue alami layanan bongkar muat setiap kapal dilakukan dalam waktu 1 jam, dengan rincian 30 menit untuk bongkaran dari kapal dan 30 menit untuk muat ke kapal.


Sumber: Gue Sendiri
Zona B2 Di Pelabuhan Penyeberangan Merak, Banten
Setelah penjelasan tentang zonasi untuk penumpang pejalan kaki dan penumpang berkendaraan, lanjut ke Zonasi C yang merupakan area pelabuhan untuk keamanan dan keselamatan fasilitas penting, dilarang dimasuki orang kecuali petugas antara lain: bunker, rumah operator Movable Bridge dan Gangway, hidran air, gardu listrik/genset, tempat border.


Sumber: Gue Sendiri
Rumah Operator Movable Bridge Di Pelabuhan Penyeberangan Kayangan, Lombok Timur

Jika diilustrasikan mengenai zonasi untuk penumpang pejalan kaki dan penumpang berkendaraan seperti ini:
Sumber: Gue Sendiri
Zonasi Setiap Area di Pelabuhan
Setelah penjelasan singkat gue tentang zonasi, gue akan mendeskripsikan jenis-jenis penumpangnya berdasarkan PM 25 Tahun 2016 tentang Daftar Penumpang dan Kendaraan Angkutan Penyeberangan.

Setiap kapal wajib memiliki surat persetujuan berlayar yang dikeluarkan syahbandar sebelum kapal berlayar meninggalkan pelabuhan. Di dalam surat tersebut terdapat lampiran daftar penumpang pejalan kaki, penumpang pada kendaraan, dan kendaraan (golongan I s/d IX) untuk daftar manifest. Daftar tersebut menjadi tanggungjawab nakhoda selama berlayar. Isi dari lampiran tersebut antara lain: nama penumpang, jenis kelamin, usia, alamat domisili, nomor paspor (Untuk WNA). Khusus untuk kendaraan isi lampirannya ditambah dengan Nomor Kendaraan, Jenis Golongan, dan Nama-Nama Penumpang yang di Angkut. Gak ada di daftar tersebut makanan dan minuman kesukaan, zodiak, dan punya mantan berapa karena selain kepanjangan, daftar tersebut tidak penting untuk dilaporkan. Lampiran lainnya disebutkan jumlah penumpang dewasa laki-laki, dewasa perempuan, anak-anak, dan balita dan semuanya ditotal. Serta setiap golongan kendaraan ada berapa unit yang masuk ke kapal dan semuanya ditotal. Lalu ada detail tanggal, nama kapal, dermaga, waktu tiba, dan waktu berangkat. Formulir lampiran tersebut disediakan operator pelabuhan dan diisi oleh operator kapal.

Untuk detail golongannya bisa dilihat di daftar berikut ini:

Golongan I: Sepeda
Golongan II: Sepeda Motor Roda 2
Golongan III: Sepeda Motor Roda 3 dan Motor-Motor yang Berbadan Besar
Golongan IVA: Mobil Pribadi
Golongan IVB: Mobil Bak Terbuka Seperti Pickup atau Sejenisnya
Golongan VA: Mobil Penumpang Ukuran Elf atau Minibus
Golongan VB: Mobil Engkle dan Truk Kecil
Golongan VIA: Bus Besar Dengan Kapasistas Penumpang Isi Paling Banyak 60 Orang atau Bus AKAP (Antar Kota Antar Provinsi)
Golongan VIB: Kendaraan Barang Dengan Ukuran Panjang 7–10 meter dengan 6 ban yang menopang
Golongan VII: Kendaraan Truk Dengan Ukuran Panjang 10–12 meter
Golongan VIII: Kendaraan Truk Dengan Ukuran Panjang 12–16 meter
Golongan IX: Kendaraan Truk Dengan Ukuran Panjang Lebih Dari 16 meter

Dari semua hal yang gue jelaskan, itulah salah satu variabel Standar Pelayanan Minimum Pelabuhan Penyeberangan yang ditetapkan oleh Kementerian Perhubungan tentang sterilisasi pelabuhan penyeberangan dan jenis-jenis penumpang dan golongan kendaraan. Gue harap pembaca blog ini tertarik untuk melakukan perjalanan menggunakan kapal ferry. Bahkan gue rasa pengalamannya akan lebih banyak ketika melakukan perjalanan lintas penyeberangan. Sesekali jika lo ingin mencoba perjalanan menggunakan kapal ferry ke suatu daerah, cobalah datang ke pelabuhan penyeberangan di daerah tersebut. Jangan sesekali mencoba untuk berenang menyeberang antar pulau karena jika kalian melakukan hal tersebut meme ini akan menjawab kelakuan anda.


Sumber: Mbah Google
Anda Dipersilahkan Pergi Ke Rahmatullah

Comments

Popular posts from this blog

Day 23: Kesehatan Kaki di Waktu Weekend

Day 21: Modernitas Area Bermain Anak

Perjalanan 3 tahun