"Mah, Damas Naik Pesawat!"
"MAH, DAMAS BAKAL NAIK PESAWAT!"
Itulah seruan pertama gue saat berkesempatan untuk mengikuti kompetisi AUHC ini. "iya nak." sambut nyokap gue dengan lembut. Dan tentunya dengan lemparan piring yang mengarah ke gue.
*bagi yang gak tau AUHC itu apa cek di sini
Awalnya emang gue seneng gak karuan soalnya gue bakal ke luar negeri dan bakal naik pesawat. Terdengar norak sih bagi sebagian kalangan menengah ke atas, tapi siapa sih yang gak seneng. Gue anak ingusan yang biasa naik sepeda buat ngejar odong-odong yang nyerempet gue pas lagi di jalan, bisa ke luar negeri dan tentunya naik pesawattelevisi terbang. Adek gue Dara, ikut serta menyambut kegembiraan gue sambil berkata "Ih mas Damas naik pesawat, bisa gak?" Terdengar gue sangat diremehkan sekali di mata adek gue. Tapi dalam konteks kalimat yang dilontarkan adek gue, gue seolah-olah akan mengendarai sebuah pesawat terbang. Jika gue mengendarai pesawat terbang sudah pasti semua penumpang akan tertidur pulas akan kenyamanan pesawat yang gue kendarai. Saat mereka semua bangun, tiba-tiba ada suara gemuruh menanyakan "Siapa Tuhanmu?"
Gue emang baru pertama kalinya naik pesawat saat umur gue 17 tahun. Gue biasanya kalo berpergian ke suatu daerah tuh paling naik kereta atau naik bus. Jadi di keluarga gue itu semuanya udah pernah naik pesawat kecuali gue. Kakak gue aja naik pesawat di umur 25 tahun sedangkan adek gue naik pesawat di umur 16 tahun. Gue gak tau dengan sejarah nyokap dan bokap gue naik pesawat umur berapa, yang jelas ini suatu hal yang tidak terlalu penting membahas kapan umur setiap anggota keluarga gue naik pesawat terbang.
Hmm, postingan kali ini sekalian cerita pengalaman gue saat berada di Singapura yak *siapin toa masjid*
*NGINGGGGGGGGGG* *suara toa masjid yang ampflier di bagian bass yang gak seimbang dengan yang lainnya*
Berawal dari suatu kompetisi AUHC ini gue akan naik pesawat terbang. Hal yang gue lakukan pertama seteleah tau gue akan naik pesawat adalah sujud syukur kepada Yang Maha Kuasa atas doa yang gue panjatkan yaitu berkeinginan naik pesawat terbang di sela-sela doa utama gue. Kegiatan tersebut berlangsung cukup singkat, sekitar 5 menit. Pergi ke luar negeri itu tidaklah semudah seperti kita pergi ke Alfamart buat beli satu buah beng-beng. Maka dari itu gue harus mempunyai paspor untuk berpergian ke luar negeri. Yap, hal gue kedua yang gue lakukan adalah membuat paspor. Gue gak tau bagaimana prosedur untuk membuat paspor, di mana gue harus mengurus paspor, dan gue gak tau kenapa kucing gue selalu lompat-lompat kalau lagi malam hari. Ya, hanya Tuhan yang tau perihal kucing gue yang selalu lompat-lompat kalau malam hari. Atas saran sis Flo teman bermain underwater hockey, gue membuat paspor di imigrasi Tanjung Priok bersama Dio yang tak lain adalah teman bermain underwater hockey gue, juga merangkap tugas menjadi kekasih Sis Flo.
Gue dan Dio datang ke kantor imigrasi Tanjung Priok pada hari senin. Sesampainya di sana, gue dan Dio pun masuk ke dalam kantor imigrasi. Melihat gue dan Dio bermuka celingak-celinguk kesana kemari tak tahu arah dan tujuan kami akan berlabuh untuk membuat paspor *cailah*, calo pun datang ke arah kami berdua dengan senyum om-om homo yang biasa gue ketemu di tempat fitness. Dia menyuguhkan jasa untuk membuat paspor dengan "cepat" ke gue berdua. Karena sikap Dio yang bingung serta gue yang udah panik terkencing-kencing karena tontonan "Dahsyat" ingin usai, gue dan Dio secara polos memberikan data yang harus di bawa untuk membuat paspor kepada si calo itu. Si calo mulai mengurus surat-surat yang gue dan Dio bawa akan keperluan membuat paspor. Kemudian si calo itu pun memanggil nama gue. Dia berkata bahwa gue gak bawa surat-surat yang asli. Alhasil, gue terbaring lemas karena gue udah jauh-jauh dari Kebayoran ke Tanjung Priok enggak bawa surat aslinya dan gue kelewat episode "Dahsyat" pada hari itu. Dio gak sebodoh gue, Dio membawa surat-surat yang asli dan fotokopi. Dio tersenyum kepada gue dan berkata "Yaudah mas besok kesini lagi" Gue hanya bisa menatap Dio, surat-surat fotokopian yang gue punya tanpa membawa surat aslinya, dan jam dinding yang tertawa karena kecerobohan gue. Pada saat itu jugalah gue dan Dio bernegosiasi dengan calo itu perihal harga untuk membuat paspor lewat jalur dia alias "Jalur Cepat". Awalnya dia berani kasih harga 600rb. Gue dan Dio gak setuju dengan harga yang diberikan si calo tersebut. Dio pun menawar dengan gaya orang mabok sirup marjan sementara gue gak bisa berkata apa-apa karena masih terkencing-kencing perihal melewatkan episode "Dahsyat" pada hari itu. Usaha Dio gak sia-sia. Berkat gaya orang mabok sirup marjan, negosiasi Dio dengan si calo pun membuahkan hasil. Dari harga 600rb menjadi 500rb. Tanpa basa basi kami berdua setuju membayar si calo dengan harga 1 paspor 500rb. Besoknya gue dateng lagi ke kantor imigrasi Tanjung Priok, gue yakin gue akan berhasil menyelesaikan tahap awal membuat paspor yaitu menyerahkan data dan surat-surat asli yang disuguhkan dalam membuat paspor dan mendapatkan nomor antrian untuk foto di paspor. Tapi harapan gue gak sesuai apa yang terjadi. GUE LUPA BAWA IJAZAH YANG ASLI! Yap untuk kedua kalinya gue melakukan kecerobohan yang sama dan untuk kedua kalinya juga gue melewatkan episode "Dahsyat" di pagi hari. Gue menatap lirih mas-mas loket yang berjaga pada saat itu, surat-surat asli dan fotokopian (tanpa ijazah) gue, dan jam dinding yang menunjukan bahwa episode "Dahsyat" yang udah habis jam tayangnya. Besoknya lagi, gue dateng ke kantor imigrasi Tanjung Priok bersama Dio yang mendapat jadwal foto pada hari itu juga. Gue dateng bersama Dio dan Mas Yasin yang ingin membuat paspor juga pada hari itu. Mas Yasin ini anggota personil baru kami dari klub "Pembuat Paspor Baru". Mas Yasin lebih pinter dari gue dan Dio. Dia berusaha menghindari calo yang menawarkan jasanya kepada dia. Dia mengurusnya sendiri walaupun dia belum tau juga prosedur untuk membuat paspor. Setelah gue menyerahkan kelengkapan surat-surat gue, baik yang asli maupun fotokopian, gue berhasil mendapatkan nomor urut bersamaan dengan Mas Yasin yang juga mendapatkan untuk nomor urut foto pada hari itu juga. Pada hari Jumatnya gue pergi sama Mas Yasin ke kantor imigrasi Tanjung Priok tanpa Dio karena dia sudah foto pada hari Rabu saat gue (yang akhirnya) menyerahkan surat-surat secara lengkap. Gue foto sama Mas Yasin ... (terdengar ada yang salah dalam konteks kalimatnya). Jadi gue akan berfoto buat identitas paspor gue, begitupun juga dengan Mas Yasin. Sebelumnya, gue membayar calo yang gue pake tidak dengan hal yang dilakukan Mas Yasin. Ia membayarnya langsung ke loket pembayaran. Gue mengabaikan apa yang dilakukan Mas Yasin untuk bayar di loket. Yang gue pikirin 'Gue foto hari ini, setelah itu gue menunggu hasil jadi paspor gue dan gue akan nonton "Dahsyat" pada pagi hari yang gue udah lewatkan selama 4 hari.' Selesai foto itu gue dan Mas Yasin pulang dengan menggunakan mobil tumpangan yang dikendarai supir Sis Flo.
Ditengah perjalanan Mas Yasin berseru kepada gue.
'Damas, kamu emang bayar berapa buat bikin paspor sama si calo itu?'
'500rb mas'
'Ha? 500rb?' Respon Mas Yasin 'Mas Yasin aja buat paspor tanpa calo 250rb.'
'APA??!!' Jawab gue ditemani dengan suara petir menggelegar dari luar mobil. Rasanya ingin sekali menusuk lubang pantat si calo itu dengan buku paspor yang gue buat.
'Iya, kamu sih lewat calo. Calo itu kampret bisanya nguras duit kamu sama Dio. Padahal aku, kamu, sama Dio prosedurnya buat paspornya sama.'
'Iya mas Aku salah sama Dio, terlalu polos gak tau cara bikin paspor.' Jawab gue ngeles.
'Aturan tanya dulu ke petugas sana. Mas Yasin aja begitu kok nanya-nanya dulu ke petugas sana.'
'Iya mas.'
Gue saat itu terkulai lemas (banget) mendengar harga pembuatan paspor tersebut. Bedanya 250rb coy sama pembuatan paspor normal (tanpa calo), prosedurnya sama pula. Dengan uang 250rb gue bisa mereparasi sepeda gue, bisa ajak nge-date cewek gebetan gue, beli ale-ale 5 dus, atau menabungnya buat biaya jajan anak-anak gue kelak ketika gue akan menjadi suami buat istri gue nanti. Gue sama Dio mendonasikan masing-masing 250rb ke calo itu. Gue hanya bisa meratapi duit-duit gue yang berada di tangan calo itu. Dengan rasa menyesal, gue mengikhlaskan duit tersebut sambil berharap si calo kampret itu bisulan tepat di lubang pantat dan hidungnya.
Tepat hari Rabu, saat pengambilan paspor, gue diamanahkan oleh Dio dan Mas Yasin untuk mengambil paspor mereka karena mereka tidak bisa mengambil pada hari itu. Mas Yasin diwakilkan oleh Mas Anto, supir Sis Flo yang setia mengantar gue saat proses pembuatan paspor. Karena Mas Yasin gak lewat calo, jadi paspor Mas Yasin bisa diambil langsung dari petugas pembuat paspornya oleh Mas Anto. Kemudian Mas Anto masuk ke dalam kantor imigrasi sedangkan gue menunggu si calo kampret itu di luar. Mas Anto keluar dari kantor imigrasi dan sudah memegang paspor milik Mas Yasin. Gue masih menunggu calo kampret yang mengurus paspor gue dan Dio. Si calo mengirim pesan singkat ke handphone gue untuk memberitahukan di mana dia berada untuk serah terima paspor. Setelah ketemu calo kampret ini, gue kira masalah selesai. Gue diminta dia untuk beliin rokok dua bungkus! 'Anjrit, duit gue ngepas buat makan siang ama malem hari ini, masa harus di kasih ke calo ini sih?' keluh gue. Mau gak mau biar urusan cepet kelar, gue beliin aja rokok satu bungkus dan gue beralasan ke si calo bahwa duit ini buat duit tol enggak cukup buat beli dua bungkus rokok. Si calo ini mempercayai apa yang gue omongin dan tentu saja dengan senyum homonya. Setelah dapet paspor gue dan Dio, gue langsung pulang bersama Mas Anto. Di dalam mobil keheningan tercipta, gue masih berpikir tentang duit gue yang "hilang" 250rb. Keheningan akhirnya terpecah saat Mas Anto berseru ke gue 'Yaudah mas emang otak calo begitu, lagipun mas juga baru tau kan prosedur buat paspor.' Gue menganggukan kepala sambil berkata 'Iya mas sayanya juga yang bloon, gak nanya-nanya ke satpam atau petugas di sana, hahaha'
Begitulah kisah gue dalam membuat paspor, buat teman-teman yang belum punya paspor semoga setelah baca tulisan gue ini gak melakukan hal yang sama dengan gue yah.
Hari H-2 pun tiba. Gue bersiap-siap packing dan menyiapkan amunisi senjataapi buat persiapan pertandingan seperti fin, stick, mask, snorkle, mouthguard, dan lain-lain. Di saat packing, nyokap gue datang sembari membantu memilih baju yang akan gue bawa ke spore. Bagi gue, gue gak masalah tentang penampilan karena gue orangnya cuek banget. Maka dari mengingat nyokap tau dengan sifat gue yang seperti itu, nyokap gue ikut andil dalam packing terutama memilih baju untuk gue di spore karena nyokap gue gak mau kalo gue terlihat seperti gembel yang terdampar di spore karena angin laut. Dia mau anaknya tetep ganteng walaupun muka standar tukang loak.
'Damas, nanti kalo pake baju yang bener terus pake wangi-wangi, jangan kelihatan kaya tukang loak di sana. Masa jauh-jauh ke Singapura penampilan tetep kaya tukang loak. Malu Damas...Malu...'
'Iya mah.' Gue mengiyakan perkataan nyokap yang mengulang-ulang kata "Tukang Loak".
'Oh iya kalo mau naik pesawat, nurutin kata pramugarinya, kata yang di halo-halo, kalo disuruh pake sabuk pengaman pake yang bener, kalo mau muntah buka aja kacanya.'
'Iya mah' Gue mengulang kalimat sebelumnya yang gue serukan ke nyokap.
'Yaudah hati-hati ya nak, baca doa, kalo naik pesawat inget mama ya, kalo kamu udah turun dari pesawat langsung sujud syukur di bandara.'
'Iya mah.' Gue mengulang lagi kalimat gue sebelumnya sembari menutup tas yang berisikan senjata gue untuk membunuh bertanding saat AUHC nanti.
Begitupun juga dengan nyokap. Nyokap gue menutup tas yang berisikan baju-baju gue yang sudah dipilih oleh beliau. Beliau berlalu saja meninggalkan gue. Karena gue udah sangat ngantuk gue langsung menuju tempat tidur dan berdoa supaya gue gak sakit. Sebelum tidur, gue mengingat perkataan nyokap tadi yang mengkhawatirkan keadaan gue. Gue berpikir 'Alhamdulillah nyokap gue masih perhatian sama gue yang berperawakan tukang loak seperti yang dikatakan olehnya.'
Gue pun larut dalam rasa kantuk.
H-1 sebelum berangkat, gue mengecek lagi sebelum gue berangkat menuju toko Dio tempat di mana Dio bernaung sementara karena gue dan Dio akan berangkat bareng Sis Flo naik mobilnya keSingapura Bandara Soekarno Hatta. Sebelum berangkat nyokap kembali berpesan kepada gue seperti yang dia katakan malam kemarin. Gue mengiyakan dan pamit dengan nyokap mintar restu ingin pergi bertanding. Lalu gue pun meninggalkan rumah menuju ketempat Dio dan sampai sekitar jam 12 siang. Mobil Sis Flo sudah menunggu gue. Langsung saja kami berangkat menuju bandara. Tapi sebelumnya, mobil Sis Flo akan berlabuh di slipi untuk menjemput Om Budcay. Kami pun tiba di bandara sekitar jam setengah 4. Sampai di bandara gue dan rombongan mobil Sis Flo pun disambut oleh pemain underwater hockey Indonesia lainnya. Tak lupa sampai di bandara, kami pun bernarsis ria di bandara (lumayan buat nambah-nambahin album foto di facebook). Setelah cukup untuk berfoto-foto mengingat kita belum pergi ke Singapura. Gue bersama tim underwater hockey Indonesia lainnya pun masuk ruang boarding. Gue pun saat masuk ke bandara bilang 'Oh gini yah masuk ke bandara dan gue akan ke ruang boarding nanti.' (iya gue emang norak). Gue sendiri baru ke bandara 4 kali dalam seumur hidup gue selama 17 tahun, itupun gue cuma di luar bandaranya bukan di dalem. Sampai pernah dulu orang-orang di bandara menganggap gue sebagai pengemis bandara karena gue nangkring di luar bandara dengan tampang dekil. Sedikit flashback ke belakang, pengalaman ke bandara gue yang pertama dan kedua gue dulu masih kecil buat jemput tante gue yang pulang dari Malaysia, yang ketiga gue nganterin kakak gue buat dinas ke NTT, dan ini kali keempat gue ke bandara untuk bertanding ke spore. Saat masuk imigrasi untuk menuju ruang boarding, gue pun deg-degan. Ini gue juga gak ngerti kenapa deg-degan. Mungkin gue lupa karena gue make kolor kebalik makanya gue jadi deg-degan (abaikan kalimat ini). Sampai masuk ruang boarding, gue pun mengisi form yang buat tiket apalah itu nama dan gunanya. Pokoknya gue ngisi sesuatu buat tanda untuk perjalanan gue ke spore. Sampai tiba waktunya untuk naik pesawat gue pun bergegas menuju pesawat. Sumpah kaki gue gemeteran pas pengen menuju pesawat. Rasanya gue pengen berteriak 'MAH AKU NAEK PESAWAT MAH!' tapi gue menahan diri, menjaga image sebagai atlet yang membawa nama Indonesia ke kancah Asia.
Gue pun masuk pesawat dan kedapatan duduk di depan. Tentunya masih dalam keadaan gemetaran. Tadinya gue mau duduk di kokpit pesawat. Berhubung kokpit pesawat udah di isi sama pilot, gue pun melihat bagian belakang pesawat tempat pramugari duduk. Tanpa basa basi, gue menuju ke belakang tempat pramugari berkumpul. Gue pengen minta di pangku sama pramugarinya tapi gue gak mati secara tragis dengan luka bacokan di kepala dengan kampak darurat yang berada tepat di depan kursi pramugari itu. Akhirnya gue memutuskan untuk kembali ke tempat duduk gue yang berada di depan. Gue deg-degan dan bingung saat memakai sabuk pengaman. Pengen sih gue memanggil salah satu pramugari buat masangin sabuk pengaman gue tapi gue gak mau ngerusak image gue sebagai atlet Indonesia. Biar gak keliatan bego, gue ngeliatin cara Mas Fandy dan Mas Maul yang kebetulan duduk di sebelah gue. Posisi tempat duduk gue di tengah, di antara Mas Fandy dan Mas Maul. Setelah berhasil memakai sabuk pengaman, gue berinisiatif pengen mengencangkan sabuk dan walhasil sabuk pengamannya kekencengan. Gue panik dan ingin mengendurkan sabuk pengamannya, tapi gue melihat Mas Fandy dan Mas Maul sudah nyaman dengan sabuk pengaman yang mereka pakai. Jadi gue gak bisa nyontek buat mengendurkan sabuk pengaman. Awalnya gue ingin menggeliat di kursi untuk melepaskan ikatan sabuk pengaman yang berada di perut gue. Tapi gue gak mau disangka norak dan berujung kegantengan gue berkurang karena sikap gue yang menggeliat dari kursi untuk melepaskan sabuk pengaman dan mengendurkannya. Gue pun berdoa dan menahan rasa sakit di perut gue sambil menunggu Mas Fandy dan Mas Maul mengendurkan atau melepaskan sabuk pengamannya. Tuhan memang baik, mendengar doa para umatnya. Mas Maul akhirnya mengendurkan sabuk pengamannya. Otomatis gue langsung mencontek dengan kecepatan cahaya gerakan yang dilakukan Mas Maul untuk mengendurkan sabuk pengamannya. Saat gue berhasil mengendurkan sabuk pengaman, gue bersyukur akhirnya gue gak mati konyol karena sabuk pengaman yang gue pakai. Thank God.
Pesawat yang kami tumpangi mulai berangkat jam 5 Waktu Indonesia Barat. Pesawat pun mulai bergerak dan gue deg-degan banget kaya pengen naik halilintar yang ada di Dufan sambil berkata di dalam pikiran gue 'IH PESAWATNYA JALAN!' Ya gue memang norak pada saat itu. Saat pesawatnya udah mulai take-off, gue pun berteriak dalam hati 'ANJRIT PESAWATNYA BISA TERBANG KAYA YANG DI FILM-FILM YANG BIASA GUE TONTON!!' Tiga kata "Norak lo mas". Di perjalanan, gue memandangi dan menikmati gumpalan awan yang ada di langit. Tombol power khayalan yang ada di pikiran gue hidup. Jiwaku sudah berada di luar sana sambil bermain dengan malaikat-malaikat pencabut nyawa kecil yang ada di luar sana. Merasa bosan dengan memandangi awan-awan itu, gue pun melihat majalah yang berada di depan gue sambil mendengarkan musik dari handphone gue. Bersamaan dengan itu, salah satu pramugari pun menjajakandirinya makanan untuk para penumpang. Gue pikir makanan itu gratis, tapi gak taunya makanan itu bayar. Soalnya setau gue (menurut artikel yang pernah gue baca) penerbangan internasional itu ada makanan gratis yang dibagikan ke penumpang. Mana makanan yang dijajakan harganya 10 kali lipat dari harga aslinya (padahal isinya cuma wafer 3 biji). Otak bisnis gue mulai bekerja, gue berpikir jika suatu saat gue naik pesawat lagi, gue akan membawa makanan yang banyak dan menjajakannya di pesawat dengan harga yang sangat terjangkau. Berhubung gue gak mau nanti dipaksa terjun sama pilot, gue menghilangkan niat tersebut. Dengan berat hati gue pun menahan rasa laper gue dengan cara menyobek majalah bacaan yang gue baca untuk gue makan.
Sampai di Singapura jam 7 waktu Singapura. Gue pun masih gak nyangka gue udah naik pesawat dan tiba di Singapura. Saat sampai kami pun turun dari pesawat dan menginjakan kaki di Changi Airport. Pandangan pertama gue tertuju pada banyak pesawat keren di luar sana dan suasana bandara yang seperti mall. Beralaskan karpet halus seperti yang ada di masjid deket rumah. Pokoknya suasananya keren deh (norak lo mas). Gue pun langsung berjalan ke tempat pengecekan imigrasi di bandaranya. Gue pun tiba-tiba panik mengingat kemampuan berbahasa Inggris gue yang kurang (banget). Gue semakin mengkhayal bahwa nanti gue bakal ditanya aneh-aneh sama petugas imigrasi dengan memakai bahasa Inggris. Gue pun mencoba untuk tetap menjaga kegantengan gue meskipun dalam keadaan panik. Giliran gue dicek paspornya sama mas-mas petugas imigrasi. Gue diliatin sama mas-masnya gue tambah panik, lalu satu patah kalimat keluar dari mulut mas-mas imigrasi 'First time, visit singapore, hah?' Gue dengan cool-nya menjawab "Yes." Ya kalimat paling simpel dan paling ampuh kalo lagi ngomong sama orang luar negeri. Setelah dicek, akhirnya gue masuk dalam teritori Singapura. Gue pun menunggu yang lainnya untuk diperiksa oleh petugas imigrasi. Seluruh tim underwater hockey Indonesia sudah lolos dari keimigrasian dan saatnya gue dan tim gue pergi ke luar bandara dengan dijemput oleh Rose (pemain underwater hockey singapura) untuk mendamping dan menunjuk jalan untuk menuju ke hotel tempat kami menginap. Untuk keluar dari bandara, Gue dan tim berjalan menuju kereta yang mengantarkan kita ke stasiun MRT. Saat di perjalanan menuju stasiun MRT, Gue masih gak nyangka, gue lagi di Singapura, kota yang biasanya gue liat di globe ini gue kunjungi. Sesampainya kita di stasiun MRT dari Changi Airport , kami pun membeli kartu MRT yang ada di loket. Di saat para pemain lainnya membeli kartu MRT, Mas Dayat berseru ke gue untuk memakai kartu MRT yang dia punya. Kebaikan Mas Dayat gue terima dengan baik dan bijaksana. Mas dayat mempunyai dua kartu MRT. Entah dia calo penjual kartu MRT atau bukan (maaf Mas Dayat yak atas tuduhan ini dan makasih udah minjemin kartu MRT-nya ke saya, hehehe).
Kami pun naik MRT menuju Lavender. Sesampainya di sana kami pun mencari makan di pinggir kali tekoek tekoek *lah kenapa jadi nyanyi*. Kami pun menemukan sebuah kedai yang berada di dekat Lavender. Kali ini kepanikan gue muncul saat orang memila-milih dan membeli makanan. Gue gak ngerti sama sekali apa yang di dalam menu karena tulisannya tulisan cina semua. Gue baru inget pesan nyokap gue karena makanan di spore banyak mengandung babi. Karena keluguan dan kebodohan Gue, Gue pun mengikuti kemana para pemain ingin memesan makan seperti anak ayam kepada induknya. Berujung kepada suatu stand di mana saat memilih makanannya menggunakan sistem touchscreen, tinggal tunjuk makanannya di kaca penutup lalu diambilkan sama penjualnya (kaya warteg gitu). Gue gak tau apa makanan itu dan mengandung babi atau engga jadi gue nanti asal tunjuk aja. Dan satu kendala lagi, gue gak bisa memesan makanan dalam bahasa Inggris. Karena gue pinter dan gak mau kelaparan, gue ikutin aja gerak seseorang pemain underwater hockey Indonesia melafazkan kalimat untuk memesan makanan dalam bahasa Inggris ke penjual itu. Dewa penyelamat gue Mas Maul lagi yang kebetulan memesan makanan bareng gue.
Mas Maul: 'I wanna bla..bla..bla..How much?'
Mas2 Penjual Makanan: 'Two dollar fifty sen.'
Mas Maul memberikan uang pas ke penjual itu. Dan dia pergi setelah mendapatkan pesanannya.
*Giliran Gue*
Gue: 'I wanna bla..bla..bla..How much?'
Mas2 Penjual Makanan: 'Two dollar twenty sen.'
Lafaz yang diucapkan penjual makanan untuk memberikan harga ke gue berbeda dengan ucapan yang dilontarkan ke Mas Maul. Untuk cari aman gue kasih aja duit 5 dollar singapura. Penjualnya pun memberikan kembalian ke gue.
Gue berhasil...
Saat mendapatkan pesanan yang gue inginkan, gue merasa makin ganteng karena gue memesan makanan dalam bahasa Inggris. Biasanya, gue memesan makan dengan cara simpel di warteg yang biasa tempat gue makan 'BU NASI SAMA USUS, TAHU SEMUR, PAKE SAMBEL, MINUMNYA TEH MANIS MAKAN SINI!' dan voila makanan yang gue inginkan pun ada di meja.
Sekarang yang terpikirkan oleh gue adalah apakah makanan yang gue makan halal? Perut gue makin berontak gak bisa menunggu kekosongannya lagi. Gue pun makan dengan ucapan "Bismillahirahmanirahim" dan berharap semoga makanan yang gue makan halal. Rasa emang enggak terlalu enak menurut gue, tapi rasa yang gue rasakan itu terkalahkan dengan rasa lapar yang mengguncang perut gue. Gue kelar makan, yang lainnya pun juga begitu. Selesai makan langsung kita melancong ke hotel untuk istirahat dengan berjalan kaki.
Sepanjang perjalanan, gue memandangi kota Singapura yang bersih, aman, kondusif. Mobil-mobil parkir dengan rapi tidak seperti di Jakarta yang parkir aja posisinya kaya salah nempatin blok yang ada tetris, berantakan. Tapi engga dengan Singapura. Kotanya bersih dan gue berharap Jakarta akan seperti ini. Sampai di Hotel, gue melihat sebuah akses komputer gratis. Naluri gue untuk selalu up to date pun muncul. Gue pun menuju ke komputer itu dan langsung update. Iya, naluri gue gak jauh-jauh dari update jika melihat komputer beserta koneksinya. Saat update, Gue merasakan ada yang berbeda dengan komputer ini. Setelah gue menelusuri lebih jauh, gue merasakan bahwa koneksi internet yang ada di Singapura kenceng banget kaya larinya copet pasar senen, gak kaya di Jakarta yang koneksinya kaya keong kena stroke. Kelar update dan berbagai macam lainnya, gue dan tim menuju kamar yang menampung semua pemain, baik cewe maupun cowo. Menaruh barang bawaan di kamar, gue dan tim gue jalan malam menikmati sekitar kota. Di perjalanan, gue dan tim akhirnya berlabuh ke suatu mall yang bernama sama seperti ustadz deket rumah gue "Mustafa" untuk sekedar melihat-lihat saja. Maklum kami itu ROJALI (Rombongan Jarang Beli) jadi cuma liat-liat doang, nawar barang itu, dan akhirnya gak beli barang itu. Konon katanya mall itu menjual apapun mulai dari makanan, perhiasan, obat, sepatu, dan lain-lain (Toserba istilahnya). Ibarat mall itu gabungan mall GI dan sency tapi dikecilin. Gue dan tim gue masuk dan melihat di sekitar toko dan suasananya rapi walaupun barangnya berserakan di mana-mana (lah rapi tapi berserakan) dan menurut gue memungkinkan banget buat dicuri. Mungkin kalo Indonesia mempunyai mall seperti ini kurang dari 5 jam mall-nya bangkrut karena barangnya (dan mallnya) udah pada ludes dilalap si "jago hitam" (baca: maling). Karena para turis dan warga Singapura itu jujur-jujur maka toko itu aman sentosa. Puas melihat-lihat di mall itu, kami pulang untuk istirahat.
Besoknya, gue dan tim gue bersiap-siap untuk persiapan pertandingan pertama AUHC. Gue bangun duluan dari mereka, jam setengah enam waktu Singapura untuk menunaikan ibadah solat subuh *benerin peci*. Waktu itu semua pemain tim gue masih pada tertidur pulas tak bernada. Kejadian ini mengingatkan gue pada peristiwa jaman romusha di mana para pekerja Indonesia tertidur tak bernada alias sudah mokad karena dipekerjakan paksa oleh Jepang. Setelah gue cek satu-satu, untungnya mereka masih pada bernapas. Gue pun bernapas lega, mungkin mereka tidur tak bernada karena lelah akan perjalanan dari Indonesia menuju Singapura. Setelah gue solat subuh, gue menuju kebawah buat update lewat komputer yang disediakan hotel. Gue pun berinsiatif buat mandi biar makin ganteng. Selesai update (sekitar jam 6.15), gue menuju ke atas untuk mandi. Gue masuk kamar dan melihat Mas Martin sudah bangkit darikuburnya tempat tidurnya. Bersamaan dengan itu gue mendengar raungan Mas Maul yang menandakan kalo dia sudah bangun. Melihat suasana kamar masih gelap, gue pun menyalakan lampu dengan memijit tombol saklar yang ada di dekat pintu. Lampu menyala dan terdengar simfoni raungan dari tempat tidur masing-masing. Mereka pun bangun dari tidurnya. Ada yang sudah beranjak dari kasur, duduk di kasur, menggeliat di kasur, sampe tindih-tindihan dengan guling di kasur. Tak lama lampu gue nyalakan lampu, gue mencari dan mengambil peralatan mandi di tas gue dan menuju kamar mandi untuk mandi (yaiyalah masa mau main tamiya).
Gue masuk ke kamar mandi dan melihat ada shower yang ada di sana. Di sinilah naluri kenorakan gue muncul. Sungguh indahnya gue mandi pake shower karena biasanya gue mandi pake gayung yang udah pecah 3/4 bagian yang gue beli di mobil bak yang menjual barang 10rb dapet tiga dan jarang (banget) gue mandi memakai shower. Pernah gue mandi pake shower sesekali, itupun kejadiannya saat jet pump di rumah gue rusak dan gue harus numpang mandi di rumah temen gue. Yang lebih takjubnya, gue mandi pake air hangat bro di pagi hari. Soalnya gue biasa mandi pake airtajin dingin di rumah, tapi kalo di spore gue mandi pake AIR HANGAT *iye gue norak*. Pas pertama kali gue pake shower, gue gak ngerti cara menghidupkan air hangat pada shower. Karena gue pinter dan inisiatif, gue pun memutar-mutar keran shower. Voila! Shower pun mengeluarkan air hangat. Gue berhasil dengan sempurna meskipun dinding kamar mandi hancur karena gue getok-getok pake gagang shower biar bisa mengeluarkan air hangat (entah ini apa maksudnya). Gue pun mandi dengan air hangat dan tentunya pake shower. Gue sangat menikmati mandi pake air hangat sampai lupa waktu. Tersadar, gue pun handukan dan memakai baju. Gue keluar dari kamar mandi, menuju ke kamar hotel, dan melihat kamar kosong melompong seperti tidak dihuni. Tidak ada barang satupun di sana kecuali sejumlah kasur, lemari, dan AC. Gue ditinggal sama tim, ke Indonesia (engga deng, bagian ini cuma mendramatisir cerita gue). Selesai mandi gue mengajak tim gue turun untuk sarapan. Di hotel, gue sempat mengira bakal makan nasi uduk atau bubur buat breakfast, tapi yang tersedia hanyalah 6 bungkus roti, 5 botol selai, lengkap bersama toaster-nya, dan mesin minum yang ada di meja. Gue pun makan bersama pemain lainnya. Mengingat porsi makan gue yang berbanding lurus dengan Darth Vader yang sedang mengidap penyakit obesitas, gue pun mengambil 4 porsi roti dan 2 gelas minuman. Padahal seharusnya setiap penghuni hotel dijatahkan satu porsi (2 lembar) roti dan satu gelas minuman untuk breakfast. Tapi namanya juga laper, ya gue cuek aja walaupun mbak2 sebelah gue (penghuni hotel lainnya) ngeliatin gue mulu. Setelah makan, gue dan para pemain lainnya pun bersiap-siap dengan senjata api buat pertandingan AUHC nanti.
*cerita hari ke-1 AUHC bisa dilihat di Di sini
Hari kedua, tanggal 3 Desember 2011, gue pun melakukan aktivitas yang sama seperti sebelumnya saat di hotel dengan sedikit penambahan di cerita saat gue lagi mandi.
Saat hari sebelumnya gue dikasih tauin sama Mas Chris bahwa air yang berasal dari keran itu bisa di minum langsung karena air mereka berasal dari suatu tempat pengolahan air yang sudah terjamin kebersihannya. Dulu Mas Chris tinggal di Singapura, jadi tau semua apa yang ada di Singapura. Tadinya gue sempet ngira Mas Chris ini tukang ledeng Singapura soalnya tau seluk beluk proses pengeluaran air dari keran di Singapura #DikeplakMasChris). Gue mandi dengan membawa peralatan mandi, kali ini peralatan mandi gue ditambah dengan botol minum kepunyaan gue. Gue mandi seperti biasa dan setelahnya gue berpakaian biasa. Kelar berpakaian gue masih di kamar mandi untuk mengisi botol minum dengan memakai shower yang biasa gue mandi (entah itu apa maksudnya). Dan sebelum gue keluar dari kamar mandi, gue meneguk habis air minum yang ada di botol minum gue. Entah apa maksud gue pada saat itu, yang jelas rasa airnya sama kaya air aqua yang biasa gue embat saat kondangan.
Sungguh gue sangat norak...
Gue pun bersama tim gue berangkat ke Queenstown untuk melakoni pertandingan AUHC hari ke-2
*cerita hari ke-2 AUHC bisa dilihat di Di sini
Tanggal 4 Desember gue melakukan aktivitas yang sama seperti hari sebelumnya, cuma bedanya gue gak bawa botol minum ke kamar mandi lagi. Gue gak mau kegantengan gue berubah karena hal (bodoh) itu. Setelah para pemain sudah siap dengan persiapan untuk bertanding. Kami pun bergegas untuk ke Queenstown untuk bertanding di hari yang ke-3
*cerita hari ke-3 AUHC bisa dilihat di Di sini
Setelah tanding malamnya kita dapat undangan untuk After Party di suatu bar di dekat Orchad. Malamnya kami bersiap dengan style '80-an. Gue teringat zaman itu saat nyokap dan bokap gue udah nikah dan gue pun masih ada di khayalan mereka. Gue pun pergi ke sana dengan menggunakan jasa taksi. Taksi yang di spore sangatlah berbeda pelayanannya dengan taksi yang di Indonesia. Di Indonesia ngasih uang pas sang supir masih suka berdecak lidah, atau kita memberi uang lebih kadang tidak dikembalikan uang yang berlebih oleh sang supir, ataupun kalo kita ngasih uang kurang kita bakal dimarahin supir taksi *yaiyalah*. Kalo di spore kita membayar harga di argo taksi dan kembaliannya bener-bener dikasih sama sang supir bahkan sampai hitungan koin sen-nya yang berlebih pun diberi oleh sang supir itu.
Sampai di bar gue dan tim gue masuk dan makan makanan yang dihidangkan. Saat melihat makanan yang enak dan gak biasa gue makan ada di depan mata gue, naluri kampung gue muncul lagi. Saat pengambilan makanan gue menyendok sedikitnya empat sendok ukuran besar (ukuran sendok besar yang ada di tempat makan saat kondangan). Makanan yang tersedia ada enam, jadi kalo dihitung-hitung, gue makan dua puluh empat sendok yang setara dengan empat porsi dengan asumsi satu porsi enam sendok (satu makanan satu sendok). Gue dengan pede makan dengan lahap seperti beruang hibernasi. Gue pun akhirnya kenyang (dan kalap).
Setelah makan itu acara afterparty pun dimulai dengan memperkenalkan masing-masing pemain dari satu negara ke semua peserta AUHC. Acara berlangsung meriah. Jam sudah menunjukan pukul 23.14 waktu Singapura. Gue mulai mengamati keadaan sekitar. Jujur gue takut waktu itu karena selain gue gak biasa dengan keramaian, banyak orang sekitar gue yang minum-minuman beralkhol sambil tertawa ria. Gue takut kalo gue lagi bengong lalu salah satu peserta AUHC memukul gue dengan peralatan sound system, kemudian gue meninggal, lalu gue di mutilasi. Itulah pikiran gue pada saat itu, sangat pendek dan aneh. Dalam hidup gue, gue baru sekali ke bar. Pertama kali gue ke bar pada saat acara prom di SMA gue. Gue mengamati keadaan sekitar. Gemerlap lampu yang menyorot di lantai dansa, suara musik yang menggelegar seperti auman singa kalo lagi dicubit, dan air berwarna warni yang mengisi gelas kecil yang ada di rak dan meja. Gue kemudian mengamati lagi apa yang dilakukan teman-teman gue saat di bar. Ada yang lagi menari di atas lantai dansa, ada yang meminum minuman alkohol, dll. Gue terdiam dan termenung karena sejumlah aktivitas di sana. 'Ternyata ini yang namanya bar yang biasanya gue liat di acara-acara dewasa' pikir gue.Dan untuk kali kedua gue pergi ke bar saat merayakan after party AUHC. Suasananya hampir sama dengan apa yang gue rasain saat gue di bar pas acara prom di SMA gue. Bedanya gue lebih ganteng saat berada di suatu bar di dekat orchad Singapura. Di dalam kesendirian gue layaknya jomblo (emang lo jomblo mas) melihat sekeliling para peserta AUHC menikmati party layaknya di tipi-tipi, tiba-tiba pemain AUHC dari Singapura, Simon Lee mengajak gue bicara. Gue deg-degan kaya mau nembak cewe, soalnya gue dihadapkan dengan seorang orang asing yang fasih berbicara bahasa Inggris. Gue gak mau kegantengan gue berkurang karena kendala gak bisa berbahasa Inggris. Dengan keyakinan gue, pasang tampang sok cool, gue berbicara dengan Simon Lee.
'Hey, Damas what do you do?'
'I don't know, just sitting on my chair hahaha' Tawa gue sembari ingin mengambil langkah 1000 layaknya copet pasar senen.
'Oh, what do you feeling when you join AUHC?'
'Mmm, mmm..' gue panik karena gue gk ngerti apa yang dia katakan, karena ngomongnya dengan logat singlish atau bisa dikatakan logat Inggris versi Singapura. Gue menerka dan menjawab dengan keyakinan gue supaya nyambung dengan apa yang dia omongin. 'I'm very glad.' Jawab gue sambil berharap dia mati keselek duri ikan pada saat itu biar perbincangan gue dan Simon berakhir.
'Ooh, for the first time ha?'
'Yes, hahaha'
'What do you think about Asia player like Singapore, Philipina, Japan, and Australia? and what do you feeling after played with them?'
Gue panik, mau nangis dengerin pertanyaannya si Simon ini. Dalam otak gue, kalimat dari pertanyaannya Simon diterjemahkan sebagai berikut: mampus gue gak ngerti apa yang diomongin nih orang, semoga ada orang yang baik ngajak gue keluar dari sini.
Sejujurnya gue sedikit mengerti apa yang Simon katakan saat itu. Karena ingin mengangkat derajat kegantengan gue, gue mencoba untuk menjawab pertanyaan dia yang ditujukan buat gue.
'My feelingso fly like a G6, like a G6, na na na na feeling so fly like a G6 is panic hahaha, I dont know when I played with them including you, I'm nervous because this is my first time join AUHC and team Australia is the best of the best. They I mean Australia Team is the faster, harder, muter muter kek uler, and full of skill. But its my experience play with them. I learned from them about technique, how to play, and I will kill you after this conversation will be end strategy team when I play underwater hockey. Hope I can join this competion sooner.' Jawab gue dan pastinya gue berbicara tidak selancar saat gue nulis jawaban gue ini. Gue berbicara layaknya bule kena penyakit parkinson.
'Ya, They're Champion in the world championship competion, man and woman team. Woman team is the best eventough they older than me, I think, hahaha.'
'Yes they're the best'
'Okay, I have to go to there, thank you for this conversation with you.' kata Simon sembari menepuk pundak gue dan mengajak gue berjabat tangan.
'Yes thank you too.' Gue ngajak dia salaman.
Kalimat 'thank you too' maksud gue pengen bilang "terima kasih juga" berhubung gue gak tau bahasa Inggrisnya yang bener, gue sambung-sambungin aja apa yang gue tau kata demi kata.
Gue bersyukur dengan akhir perbincangan ini. Sumpah itu pertama kalinya gue ngobrol ama orang asing berdua dan saat itu emang bahasa Inggris gue pas-pasan (dan gak fasih), jadi gue keluarin aja apa yang gue tau buat menjawab pertanyaan dari dia.
Kegantengan gue nambah 120%
Kami pun pulang dari After party pukul 00.30 waktu Singapura. Kita pulang dengan keadaan capek *yaiyalah*. Yang menarik saat perjalanan pulang, anggota tim kami Mas Dayat mabok berat *sepertinya* karena dia sudah minum minuman beralkohol berbagai jenis dalam satu gelas, maksud gue minuman dia dicampur banyak minuman beralkohol. Untung aja dia enggak berontak layaknya gajah lagi di tusuk bokongnya dengan samurai saat dia berada di alam bebas. Dia terus berbicara dalam logat bahasa Inggris. Tak seperti gue berbicara dengan Simon, gue pun menjawabnya dengan kata-kata andalan semua orang di dunia ketika berbicara bahasa Inggris 'Yes, Mas Dayat yes'. Gue lalu berpikir 'Gue aja minum sirup marjan yang baru buka segel langsung teguk dari botolnya buat dihabiskan pusing banget apalagi minum-minuman beralkohol kaya Mas Dayat.'
Kami pun sampai dengan menggiring Mas Dayat selamat sampaikandangnya tempat tidurnya. Kita sampai hotel pukul 01.14 waktu Singapura. Sungguh malam yang senang, serta absurd.
Tanggal 5 Desember 2011, hari terakhir gue sama tim gue berada di Singapura. Kami take off pada malam hari, jadi kami bisa berjalan-jalan sebentar ke Orchad Road sama Patung Merlion. Untuk mengawali jalan-jalan, kami pun pergi ke Chinatown untuk makan dan melihat seperti apa sih Chinatown itu.
Gue kelabakan nyari makanan karena selain tulisannya kotak-kotak china semua, gue juga gak yakin kalo makanan itu halal. Gue pun mencari terus makanan di Chinatown yang menurut gue halal dan enak. Setelah keliling 7 akhirnya gue mendapatkan gelar Haji di depan nama gue (lah...). Gue pun mendapatkan makanan yang bernama "Ayam Penyet". 'Gile ini mah makanan Indonesia banget, insyaAllah halal lah.' pikir gue sambil bergegas mengantri di barisan pemesan makanan ini. Akhirnya gue makan-makanan yang menurut gue paling enak selama gue ada di Singapura.
Setelah makan, kami pun jalan-jalan menelusuri Chinatown. Gue pengen beli oleh-oleh buat keluarga gue. Gue cek dompet, ternyata uang gue tinggal 20 Dollar Singapura. 'Perasaan gue, gue naro 7M di dompet, tapi sekarang kok tinggal 20 Dollar Singapura?' Khayal gue. Alhasil gue hanya bisa memandang oleh-oleh apa yang gue ingin beli buat keluarga dan berharap semoga gue bisa menyulap 20 Dollar Singapura menjadi 10ribu Dollar Singapura. Kelar dari Chinatown. Gue dan tim gue melanjutkan perjalanan dari Chinatown menuju Patung Merlion. Di dalam perjalanan menuju Patung Merlion. Gue memandangi sekitar sana. Gedung-gedung tertata rapi, pembangunan yang teratur, dan sebagainya. 'Coba Jakarta bisa mencontoh sistem pembangunan Singapura, pasti lebih enak dilihat.' Harap gue sambil kembali melanjutkan memandangi pemandangan sekitar.
Akhirnya gue dan tim gue sampe di Patung Merlion untuk berfoto-foto. Gue gak sangka-sangka, gue foto sama patung yang terkenal di seluruh jagat dunia dan tentunya kebanggan Singapura tersebut. Biasanya gue liat foto ini di profile picture temen-temen gue yang udah ke Singapura dan sekarang gue bisa berfoto dengan patung ini. Tentunya gue seneng banget. Untungnya kenorakan gue enggak keluar. Tadinya gue pengen nyebur di kali di depan Patung Merlion, tapi karena kegantengan gue lagi di atas rata-rata gue gak melakukan hal tersebut.
Setelah dari Patung Merlion, kami pun mampir ke Orchad Road sekedar melihat-lihat bagaimana suasana Orchad Road di sore hari, lalu kembali ke hotel sebentar mengambil tas dan koper lalu melanjutkan perjalanan menuju Changi Airport untuk pulang ke Indonesia.
Pesawat take off dari Changi Airport jam 19.00 Waktu Singapura. Dengan 20 Dollar Singapura gue hanya bisa membeli coklat di bandara untuk oleh-oleh buat keluarga gue.
Kami pun sampai selamat di Indonesia pukul 22.12 waktu Indonesia. Lalu semuanya pun berpamitan satu sama lainnya untuk pulang kerumah masing-masing.
Itulah sederet pengalaman gue (absurd dan norak gue) dan tim gue saat berada di Singapura. Gue belajar suatu hal di sana, saat pergi keluar negeri usahakan gue bisa berbicara bahasa Inggris minimal tau apa yang bakal gue omongin. Semoga gue bisa pergi lagi ke Singapura suatu saat nanti dan tentunya gue harap gue bisa pergi ke negara lain selain Singapura :D
Nb: Buat bokap, nyokap, kakak, dan adek gue, sorry gue gak bisa bawa apa-apa selain coklat sebungkus buat kalian karena duit gue ngepas. Kalo gue ke Singapura atau keluar negeri lagi gue janji bakal ngasih oleh-oleh yang lebih banyak dari sebungkus coklat. Maaf yah :')
Itulah seruan pertama gue saat berkesempatan untuk mengikuti kompetisi AUHC ini. "iya nak." sambut nyokap gue dengan lembut. Dan tentunya dengan lemparan piring yang mengarah ke gue.
*bagi yang gak tau AUHC itu apa cek di sini
Awalnya emang gue seneng gak karuan soalnya gue bakal ke luar negeri dan bakal naik pesawat. Terdengar norak sih bagi sebagian kalangan menengah ke atas, tapi siapa sih yang gak seneng. Gue anak ingusan yang biasa naik sepeda buat ngejar odong-odong yang nyerempet gue pas lagi di jalan, bisa ke luar negeri dan tentunya naik pesawat
Gue emang baru pertama kalinya naik pesawat saat umur gue 17 tahun. Gue biasanya kalo berpergian ke suatu daerah tuh paling naik kereta atau naik bus. Jadi di keluarga gue itu semuanya udah pernah naik pesawat kecuali gue. Kakak gue aja naik pesawat di umur 25 tahun sedangkan adek gue naik pesawat di umur 16 tahun. Gue gak tau dengan sejarah nyokap dan bokap gue naik pesawat umur berapa, yang jelas ini suatu hal yang tidak terlalu penting membahas kapan umur setiap anggota keluarga gue naik pesawat terbang.
Hmm, postingan kali ini sekalian cerita pengalaman gue saat berada di Singapura yak *siapin toa masjid*
*NGINGGGGGGGGGG* *suara toa masjid yang ampflier di bagian bass yang gak seimbang dengan yang lainnya*
Berawal dari suatu kompetisi AUHC ini gue akan naik pesawat terbang. Hal yang gue lakukan pertama seteleah tau gue akan naik pesawat adalah sujud syukur kepada Yang Maha Kuasa atas doa yang gue panjatkan yaitu berkeinginan naik pesawat terbang di sela-sela doa utama gue. Kegiatan tersebut berlangsung cukup singkat, sekitar 5 menit. Pergi ke luar negeri itu tidaklah semudah seperti kita pergi ke Alfamart buat beli satu buah beng-beng. Maka dari itu gue harus mempunyai paspor untuk berpergian ke luar negeri. Yap, hal gue kedua yang gue lakukan adalah membuat paspor. Gue gak tau bagaimana prosedur untuk membuat paspor, di mana gue harus mengurus paspor, dan gue gak tau kenapa kucing gue selalu lompat-lompat kalau lagi malam hari. Ya, hanya Tuhan yang tau perihal kucing gue yang selalu lompat-lompat kalau malam hari. Atas saran sis Flo teman bermain underwater hockey, gue membuat paspor di imigrasi Tanjung Priok bersama Dio yang tak lain adalah teman bermain underwater hockey gue, juga merangkap tugas menjadi kekasih Sis Flo.
Gue dan Dio datang ke kantor imigrasi Tanjung Priok pada hari senin. Sesampainya di sana, gue dan Dio pun masuk ke dalam kantor imigrasi. Melihat gue dan Dio bermuka celingak-celinguk kesana kemari tak tahu arah dan tujuan kami akan berlabuh untuk membuat paspor *cailah*, calo pun datang ke arah kami berdua dengan senyum om-om homo yang biasa gue ketemu di tempat fitness. Dia menyuguhkan jasa untuk membuat paspor dengan "cepat" ke gue berdua. Karena sikap Dio yang bingung serta gue yang udah panik terkencing-kencing karena tontonan "Dahsyat" ingin usai, gue dan Dio secara polos memberikan data yang harus di bawa untuk membuat paspor kepada si calo itu. Si calo mulai mengurus surat-surat yang gue dan Dio bawa akan keperluan membuat paspor. Kemudian si calo itu pun memanggil nama gue. Dia berkata bahwa gue gak bawa surat-surat yang asli. Alhasil, gue terbaring lemas karena gue udah jauh-jauh dari Kebayoran ke Tanjung Priok enggak bawa surat aslinya dan gue kelewat episode "Dahsyat" pada hari itu. Dio gak sebodoh gue, Dio membawa surat-surat yang asli dan fotokopi. Dio tersenyum kepada gue dan berkata "Yaudah mas besok kesini lagi" Gue hanya bisa menatap Dio, surat-surat fotokopian yang gue punya tanpa membawa surat aslinya, dan jam dinding yang tertawa karena kecerobohan gue. Pada saat itu jugalah gue dan Dio bernegosiasi dengan calo itu perihal harga untuk membuat paspor lewat jalur dia alias "Jalur Cepat". Awalnya dia berani kasih harga 600rb. Gue dan Dio gak setuju dengan harga yang diberikan si calo tersebut. Dio pun menawar dengan gaya orang mabok sirup marjan sementara gue gak bisa berkata apa-apa karena masih terkencing-kencing perihal melewatkan episode "Dahsyat" pada hari itu. Usaha Dio gak sia-sia. Berkat gaya orang mabok sirup marjan, negosiasi Dio dengan si calo pun membuahkan hasil. Dari harga 600rb menjadi 500rb. Tanpa basa basi kami berdua setuju membayar si calo dengan harga 1 paspor 500rb. Besoknya gue dateng lagi ke kantor imigrasi Tanjung Priok, gue yakin gue akan berhasil menyelesaikan tahap awal membuat paspor yaitu menyerahkan data dan surat-surat asli yang disuguhkan dalam membuat paspor dan mendapatkan nomor antrian untuk foto di paspor. Tapi harapan gue gak sesuai apa yang terjadi. GUE LUPA BAWA IJAZAH YANG ASLI! Yap untuk kedua kalinya gue melakukan kecerobohan yang sama dan untuk kedua kalinya juga gue melewatkan episode "Dahsyat" di pagi hari. Gue menatap lirih mas-mas loket yang berjaga pada saat itu, surat-surat asli dan fotokopian (tanpa ijazah) gue, dan jam dinding yang menunjukan bahwa episode "Dahsyat" yang udah habis jam tayangnya. Besoknya lagi, gue dateng ke kantor imigrasi Tanjung Priok bersama Dio yang mendapat jadwal foto pada hari itu juga. Gue dateng bersama Dio dan Mas Yasin yang ingin membuat paspor juga pada hari itu. Mas Yasin ini anggota personil baru kami dari klub "Pembuat Paspor Baru". Mas Yasin lebih pinter dari gue dan Dio. Dia berusaha menghindari calo yang menawarkan jasanya kepada dia. Dia mengurusnya sendiri walaupun dia belum tau juga prosedur untuk membuat paspor. Setelah gue menyerahkan kelengkapan surat-surat gue, baik yang asli maupun fotokopian, gue berhasil mendapatkan nomor urut bersamaan dengan Mas Yasin yang juga mendapatkan untuk nomor urut foto pada hari itu juga. Pada hari Jumatnya gue pergi sama Mas Yasin ke kantor imigrasi Tanjung Priok tanpa Dio karena dia sudah foto pada hari Rabu saat gue (yang akhirnya) menyerahkan surat-surat secara lengkap. Gue foto sama Mas Yasin ... (terdengar ada yang salah dalam konteks kalimatnya). Jadi gue akan berfoto buat identitas paspor gue, begitupun juga dengan Mas Yasin. Sebelumnya, gue membayar calo yang gue pake tidak dengan hal yang dilakukan Mas Yasin. Ia membayarnya langsung ke loket pembayaran. Gue mengabaikan apa yang dilakukan Mas Yasin untuk bayar di loket. Yang gue pikirin 'Gue foto hari ini, setelah itu gue menunggu hasil jadi paspor gue dan gue akan nonton "Dahsyat" pada pagi hari yang gue udah lewatkan selama 4 hari.' Selesai foto itu gue dan Mas Yasin pulang dengan menggunakan mobil tumpangan yang dikendarai supir Sis Flo.
Ditengah perjalanan Mas Yasin berseru kepada gue.
'Damas, kamu emang bayar berapa buat bikin paspor sama si calo itu?'
'500rb mas'
'Ha? 500rb?' Respon Mas Yasin 'Mas Yasin aja buat paspor tanpa calo 250rb.'
'APA??!!' Jawab gue ditemani dengan suara petir menggelegar dari luar mobil. Rasanya ingin sekali menusuk lubang pantat si calo itu dengan buku paspor yang gue buat.
'Iya, kamu sih lewat calo. Calo itu kampret bisanya nguras duit kamu sama Dio. Padahal aku, kamu, sama Dio prosedurnya buat paspornya sama.'
'Iya mas Aku salah sama Dio, terlalu polos gak tau cara bikin paspor.' Jawab gue ngeles.
'Aturan tanya dulu ke petugas sana. Mas Yasin aja begitu kok nanya-nanya dulu ke petugas sana.'
'Iya mas.'
Gue saat itu terkulai lemas (banget) mendengar harga pembuatan paspor tersebut. Bedanya 250rb coy sama pembuatan paspor normal (tanpa calo), prosedurnya sama pula. Dengan uang 250rb gue bisa mereparasi sepeda gue, bisa ajak nge-date cewek gebetan gue, beli ale-ale 5 dus, atau menabungnya buat biaya jajan anak-anak gue kelak ketika gue akan menjadi suami buat istri gue nanti. Gue sama Dio mendonasikan masing-masing 250rb ke calo itu. Gue hanya bisa meratapi duit-duit gue yang berada di tangan calo itu. Dengan rasa menyesal, gue mengikhlaskan duit tersebut sambil berharap si calo kampret itu bisulan tepat di lubang pantat dan hidungnya.
Tepat hari Rabu, saat pengambilan paspor, gue diamanahkan oleh Dio dan Mas Yasin untuk mengambil paspor mereka karena mereka tidak bisa mengambil pada hari itu. Mas Yasin diwakilkan oleh Mas Anto, supir Sis Flo yang setia mengantar gue saat proses pembuatan paspor. Karena Mas Yasin gak lewat calo, jadi paspor Mas Yasin bisa diambil langsung dari petugas pembuat paspornya oleh Mas Anto. Kemudian Mas Anto masuk ke dalam kantor imigrasi sedangkan gue menunggu si calo kampret itu di luar. Mas Anto keluar dari kantor imigrasi dan sudah memegang paspor milik Mas Yasin. Gue masih menunggu calo kampret yang mengurus paspor gue dan Dio. Si calo mengirim pesan singkat ke handphone gue untuk memberitahukan di mana dia berada untuk serah terima paspor. Setelah ketemu calo kampret ini, gue kira masalah selesai. Gue diminta dia untuk beliin rokok dua bungkus! 'Anjrit, duit gue ngepas buat makan siang ama malem hari ini, masa harus di kasih ke calo ini sih?' keluh gue. Mau gak mau biar urusan cepet kelar, gue beliin aja rokok satu bungkus dan gue beralasan ke si calo bahwa duit ini buat duit tol enggak cukup buat beli dua bungkus rokok. Si calo ini mempercayai apa yang gue omongin dan tentu saja dengan senyum homonya. Setelah dapet paspor gue dan Dio, gue langsung pulang bersama Mas Anto. Di dalam mobil keheningan tercipta, gue masih berpikir tentang duit gue yang "hilang" 250rb. Keheningan akhirnya terpecah saat Mas Anto berseru ke gue 'Yaudah mas emang otak calo begitu, lagipun mas juga baru tau kan prosedur buat paspor.' Gue menganggukan kepala sambil berkata 'Iya mas sayanya juga yang bloon, gak nanya-nanya ke satpam atau petugas di sana, hahaha'
Begitulah kisah gue dalam membuat paspor, buat teman-teman yang belum punya paspor semoga setelah baca tulisan gue ini gak melakukan hal yang sama dengan gue yah.
Hari H-2 pun tiba. Gue bersiap-siap packing dan menyiapkan amunisi senjata
'Damas, nanti kalo pake baju yang bener terus pake wangi-wangi, jangan kelihatan kaya tukang loak di sana. Masa jauh-jauh ke Singapura penampilan tetep kaya tukang loak. Malu Damas...Malu...'
'Iya mah.' Gue mengiyakan perkataan nyokap yang mengulang-ulang kata "Tukang Loak".
'Oh iya kalo mau naik pesawat, nurutin kata pramugarinya, kata yang di halo-halo, kalo disuruh pake sabuk pengaman pake yang bener, kalo mau muntah buka aja kacanya.'
'Iya mah' Gue mengulang kalimat sebelumnya yang gue serukan ke nyokap.
'Yaudah hati-hati ya nak, baca doa, kalo naik pesawat inget mama ya, kalo kamu udah turun dari pesawat langsung sujud syukur di bandara.'
'Iya mah.' Gue mengulang lagi kalimat gue sebelumnya sembari menutup tas yang berisikan senjata gue untuk membunuh bertanding saat AUHC nanti.
Begitupun juga dengan nyokap. Nyokap gue menutup tas yang berisikan baju-baju gue yang sudah dipilih oleh beliau. Beliau berlalu saja meninggalkan gue. Karena gue udah sangat ngantuk gue langsung menuju tempat tidur dan berdoa supaya gue gak sakit. Sebelum tidur, gue mengingat perkataan nyokap tadi yang mengkhawatirkan keadaan gue. Gue berpikir 'Alhamdulillah nyokap gue masih perhatian sama gue yang berperawakan tukang loak seperti yang dikatakan olehnya.'
Gue pun larut dalam rasa kantuk.
H-1 sebelum berangkat, gue mengecek lagi sebelum gue berangkat menuju toko Dio tempat di mana Dio bernaung sementara karena gue dan Dio akan berangkat bareng Sis Flo naik mobilnya ke
Gue pun masuk pesawat dan kedapatan duduk di depan. Tentunya masih dalam keadaan gemetaran. Tadinya gue mau duduk di kokpit pesawat. Berhubung kokpit pesawat udah di isi sama pilot, gue pun melihat bagian belakang pesawat tempat pramugari duduk. Tanpa basa basi, gue menuju ke belakang tempat pramugari berkumpul. Gue pengen minta di pangku sama pramugarinya tapi gue gak mati secara tragis dengan luka bacokan di kepala dengan kampak darurat yang berada tepat di depan kursi pramugari itu. Akhirnya gue memutuskan untuk kembali ke tempat duduk gue yang berada di depan. Gue deg-degan dan bingung saat memakai sabuk pengaman. Pengen sih gue memanggil salah satu pramugari buat masangin sabuk pengaman gue tapi gue gak mau ngerusak image gue sebagai atlet Indonesia. Biar gak keliatan bego, gue ngeliatin cara Mas Fandy dan Mas Maul yang kebetulan duduk di sebelah gue. Posisi tempat duduk gue di tengah, di antara Mas Fandy dan Mas Maul. Setelah berhasil memakai sabuk pengaman, gue berinisiatif pengen mengencangkan sabuk dan walhasil sabuk pengamannya kekencengan. Gue panik dan ingin mengendurkan sabuk pengamannya, tapi gue melihat Mas Fandy dan Mas Maul sudah nyaman dengan sabuk pengaman yang mereka pakai. Jadi gue gak bisa nyontek buat mengendurkan sabuk pengaman. Awalnya gue ingin menggeliat di kursi untuk melepaskan ikatan sabuk pengaman yang berada di perut gue. Tapi gue gak mau disangka norak dan berujung kegantengan gue berkurang karena sikap gue yang menggeliat dari kursi untuk melepaskan sabuk pengaman dan mengendurkannya. Gue pun berdoa dan menahan rasa sakit di perut gue sambil menunggu Mas Fandy dan Mas Maul mengendurkan atau melepaskan sabuk pengamannya. Tuhan memang baik, mendengar doa para umatnya. Mas Maul akhirnya mengendurkan sabuk pengamannya. Otomatis gue langsung mencontek dengan kecepatan cahaya gerakan yang dilakukan Mas Maul untuk mengendurkan sabuk pengamannya. Saat gue berhasil mengendurkan sabuk pengaman, gue bersyukur akhirnya gue gak mati konyol karena sabuk pengaman yang gue pakai. Thank God.
Pesawat yang kami tumpangi mulai berangkat jam 5 Waktu Indonesia Barat. Pesawat pun mulai bergerak dan gue deg-degan banget kaya pengen naik halilintar yang ada di Dufan sambil berkata di dalam pikiran gue 'IH PESAWATNYA JALAN!' Ya gue memang norak pada saat itu. Saat pesawatnya udah mulai take-off, gue pun berteriak dalam hati 'ANJRIT PESAWATNYA BISA TERBANG KAYA YANG DI FILM-FILM YANG BIASA GUE TONTON!!' Tiga kata "Norak lo mas". Di perjalanan, gue memandangi dan menikmati gumpalan awan yang ada di langit. Tombol power khayalan yang ada di pikiran gue hidup. Jiwaku sudah berada di luar sana sambil bermain dengan malaikat-malaikat pencabut nyawa kecil yang ada di luar sana. Merasa bosan dengan memandangi awan-awan itu, gue pun melihat majalah yang berada di depan gue sambil mendengarkan musik dari handphone gue. Bersamaan dengan itu, salah satu pramugari pun menjajakan
Sampai di Singapura jam 7 waktu Singapura. Gue pun masih gak nyangka gue udah naik pesawat dan tiba di Singapura. Saat sampai kami pun turun dari pesawat dan menginjakan kaki di Changi Airport. Pandangan pertama gue tertuju pada banyak pesawat keren di luar sana dan suasana bandara yang seperti mall. Beralaskan karpet halus seperti yang ada di masjid deket rumah. Pokoknya suasananya keren deh (norak lo mas). Gue pun langsung berjalan ke tempat pengecekan imigrasi di bandaranya. Gue pun tiba-tiba panik mengingat kemampuan berbahasa Inggris gue yang kurang (banget). Gue semakin mengkhayal bahwa nanti gue bakal ditanya aneh-aneh sama petugas imigrasi dengan memakai bahasa Inggris. Gue pun mencoba untuk tetap menjaga kegantengan gue meskipun dalam keadaan panik. Giliran gue dicek paspornya sama mas-mas petugas imigrasi. Gue diliatin sama mas-masnya gue tambah panik, lalu satu patah kalimat keluar dari mulut mas-mas imigrasi 'First time, visit singapore, hah?' Gue dengan cool-nya menjawab "Yes." Ya kalimat paling simpel dan paling ampuh kalo lagi ngomong sama orang luar negeri. Setelah dicek, akhirnya gue masuk dalam teritori Singapura. Gue pun menunggu yang lainnya untuk diperiksa oleh petugas imigrasi. Seluruh tim underwater hockey Indonesia sudah lolos dari keimigrasian dan saatnya gue dan tim gue pergi ke luar bandara dengan dijemput oleh Rose (pemain underwater hockey singapura) untuk mendamping dan menunjuk jalan untuk menuju ke hotel tempat kami menginap. Untuk keluar dari bandara, Gue dan tim berjalan menuju kereta yang mengantarkan kita ke stasiun MRT. Saat di perjalanan menuju stasiun MRT, Gue masih gak nyangka, gue lagi di Singapura, kota yang biasanya gue liat di globe ini gue kunjungi. Sesampainya kita di stasiun MRT dari Changi Airport , kami pun membeli kartu MRT yang ada di loket. Di saat para pemain lainnya membeli kartu MRT, Mas Dayat berseru ke gue untuk memakai kartu MRT yang dia punya. Kebaikan Mas Dayat gue terima dengan baik dan bijaksana. Mas dayat mempunyai dua kartu MRT. Entah dia calo penjual kartu MRT atau bukan (maaf Mas Dayat yak atas tuduhan ini dan makasih udah minjemin kartu MRT-nya ke saya, hehehe).
Kami pun naik MRT menuju Lavender. Sesampainya di sana kami pun mencari makan di pinggir kali tekoek tekoek *lah kenapa jadi nyanyi*. Kami pun menemukan sebuah kedai yang berada di dekat Lavender. Kali ini kepanikan gue muncul saat orang memila-milih dan membeli makanan. Gue gak ngerti sama sekali apa yang di dalam menu karena tulisannya tulisan cina semua. Gue baru inget pesan nyokap gue karena makanan di spore banyak mengandung babi. Karena keluguan dan kebodohan Gue, Gue pun mengikuti kemana para pemain ingin memesan makan seperti anak ayam kepada induknya. Berujung kepada suatu stand di mana saat memilih makanannya menggunakan sistem touchscreen, tinggal tunjuk makanannya di kaca penutup lalu diambilkan sama penjualnya (kaya warteg gitu). Gue gak tau apa makanan itu dan mengandung babi atau engga jadi gue nanti asal tunjuk aja. Dan satu kendala lagi, gue gak bisa memesan makanan dalam bahasa Inggris. Karena gue pinter dan gak mau kelaparan, gue ikutin aja gerak seseorang pemain underwater hockey Indonesia melafazkan kalimat untuk memesan makanan dalam bahasa Inggris ke penjual itu. Dewa penyelamat gue Mas Maul lagi yang kebetulan memesan makanan bareng gue.
Mas Maul: 'I wanna bla..bla..bla..How much?'
Mas2 Penjual Makanan: 'Two dollar fifty sen.'
Mas Maul memberikan uang pas ke penjual itu. Dan dia pergi setelah mendapatkan pesanannya.
*Giliran Gue*
Gue: 'I wanna bla..bla..bla..How much?'
Mas2 Penjual Makanan: 'Two dollar twenty sen.'
Lafaz yang diucapkan penjual makanan untuk memberikan harga ke gue berbeda dengan ucapan yang dilontarkan ke Mas Maul. Untuk cari aman gue kasih aja duit 5 dollar singapura. Penjualnya pun memberikan kembalian ke gue.
Gue berhasil...
Saat mendapatkan pesanan yang gue inginkan, gue merasa makin ganteng karena gue memesan makanan dalam bahasa Inggris. Biasanya, gue memesan makan dengan cara simpel di warteg yang biasa tempat gue makan 'BU NASI SAMA USUS, TAHU SEMUR, PAKE SAMBEL, MINUMNYA TEH MANIS MAKAN SINI!' dan voila makanan yang gue inginkan pun ada di meja.
Sekarang yang terpikirkan oleh gue adalah apakah makanan yang gue makan halal? Perut gue makin berontak gak bisa menunggu kekosongannya lagi. Gue pun makan dengan ucapan "Bismillahirahmanirahim" dan berharap semoga makanan yang gue makan halal. Rasa emang enggak terlalu enak menurut gue, tapi rasa yang gue rasakan itu terkalahkan dengan rasa lapar yang mengguncang perut gue. Gue kelar makan, yang lainnya pun juga begitu. Selesai makan langsung kita melancong ke hotel untuk istirahat dengan berjalan kaki.
Sepanjang perjalanan, gue memandangi kota Singapura yang bersih, aman, kondusif. Mobil-mobil parkir dengan rapi tidak seperti di Jakarta yang parkir aja posisinya kaya salah nempatin blok yang ada tetris, berantakan. Tapi engga dengan Singapura. Kotanya bersih dan gue berharap Jakarta akan seperti ini. Sampai di Hotel, gue melihat sebuah akses komputer gratis. Naluri gue untuk selalu up to date pun muncul. Gue pun menuju ke komputer itu dan langsung update. Iya, naluri gue gak jauh-jauh dari update jika melihat komputer beserta koneksinya. Saat update, Gue merasakan ada yang berbeda dengan komputer ini. Setelah gue menelusuri lebih jauh, gue merasakan bahwa koneksi internet yang ada di Singapura kenceng banget kaya larinya copet pasar senen, gak kaya di Jakarta yang koneksinya kaya keong kena stroke. Kelar update dan berbagai macam lainnya, gue dan tim menuju kamar yang menampung semua pemain, baik cewe maupun cowo. Menaruh barang bawaan di kamar, gue dan tim gue jalan malam menikmati sekitar kota. Di perjalanan, gue dan tim akhirnya berlabuh ke suatu mall yang bernama sama seperti ustadz deket rumah gue "Mustafa" untuk sekedar melihat-lihat saja. Maklum kami itu ROJALI (Rombongan Jarang Beli) jadi cuma liat-liat doang, nawar barang itu, dan akhirnya gak beli barang itu. Konon katanya mall itu menjual apapun mulai dari makanan, perhiasan, obat, sepatu, dan lain-lain (Toserba istilahnya). Ibarat mall itu gabungan mall GI dan sency tapi dikecilin. Gue dan tim gue masuk dan melihat di sekitar toko dan suasananya rapi walaupun barangnya berserakan di mana-mana (lah rapi tapi berserakan) dan menurut gue memungkinkan banget buat dicuri. Mungkin kalo Indonesia mempunyai mall seperti ini kurang dari 5 jam mall-nya bangkrut karena barangnya (dan mallnya) udah pada ludes dilalap si "jago hitam" (baca: maling). Karena para turis dan warga Singapura itu jujur-jujur maka toko itu aman sentosa. Puas melihat-lihat di mall itu, kami pulang untuk istirahat.
Besoknya, gue dan tim gue bersiap-siap untuk persiapan pertandingan pertama AUHC. Gue bangun duluan dari mereka, jam setengah enam waktu Singapura untuk menunaikan ibadah solat subuh *benerin peci*. Waktu itu semua pemain tim gue masih pada tertidur pulas tak bernada. Kejadian ini mengingatkan gue pada peristiwa jaman romusha di mana para pekerja Indonesia tertidur tak bernada alias sudah mokad karena dipekerjakan paksa oleh Jepang. Setelah gue cek satu-satu, untungnya mereka masih pada bernapas. Gue pun bernapas lega, mungkin mereka tidur tak bernada karena lelah akan perjalanan dari Indonesia menuju Singapura. Setelah gue solat subuh, gue menuju kebawah buat update lewat komputer yang disediakan hotel. Gue pun berinsiatif buat mandi biar makin ganteng. Selesai update (sekitar jam 6.15), gue menuju ke atas untuk mandi. Gue masuk kamar dan melihat Mas Martin sudah bangkit dari
Gue masuk ke kamar mandi dan melihat ada shower yang ada di sana. Di sinilah naluri kenorakan gue muncul. Sungguh indahnya gue mandi pake shower karena biasanya gue mandi pake gayung yang udah pecah 3/4 bagian yang gue beli di mobil bak yang menjual barang 10rb dapet tiga dan jarang (banget) gue mandi memakai shower. Pernah gue mandi pake shower sesekali, itupun kejadiannya saat jet pump di rumah gue rusak dan gue harus numpang mandi di rumah temen gue. Yang lebih takjubnya, gue mandi pake air hangat bro di pagi hari. Soalnya gue biasa mandi pake air
*cerita hari ke-1 AUHC bisa dilihat di Di sini
Hari kedua, tanggal 3 Desember 2011, gue pun melakukan aktivitas yang sama seperti sebelumnya saat di hotel dengan sedikit penambahan di cerita saat gue lagi mandi.
Saat hari sebelumnya gue dikasih tauin sama Mas Chris bahwa air yang berasal dari keran itu bisa di minum langsung karena air mereka berasal dari suatu tempat pengolahan air yang sudah terjamin kebersihannya. Dulu Mas Chris tinggal di Singapura, jadi tau semua apa yang ada di Singapura. Tadinya gue sempet ngira Mas Chris ini tukang ledeng Singapura soalnya tau seluk beluk proses pengeluaran air dari keran di Singapura #DikeplakMasChris). Gue mandi dengan membawa peralatan mandi, kali ini peralatan mandi gue ditambah dengan botol minum kepunyaan gue. Gue mandi seperti biasa dan setelahnya gue berpakaian biasa. Kelar berpakaian gue masih di kamar mandi untuk mengisi botol minum dengan memakai shower yang biasa gue mandi (entah itu apa maksudnya). Dan sebelum gue keluar dari kamar mandi, gue meneguk habis air minum yang ada di botol minum gue. Entah apa maksud gue pada saat itu, yang jelas rasa airnya sama kaya air aqua yang biasa gue embat saat kondangan.
Sungguh gue sangat norak...
Gue pun bersama tim gue berangkat ke Queenstown untuk melakoni pertandingan AUHC hari ke-2
*cerita hari ke-2 AUHC bisa dilihat di Di sini
Tanggal 4 Desember gue melakukan aktivitas yang sama seperti hari sebelumnya, cuma bedanya gue gak bawa botol minum ke kamar mandi lagi. Gue gak mau kegantengan gue berubah karena hal (bodoh) itu. Setelah para pemain sudah siap dengan persiapan untuk bertanding. Kami pun bergegas untuk ke Queenstown untuk bertanding di hari yang ke-3
*cerita hari ke-3 AUHC bisa dilihat di Di sini
Setelah tanding malamnya kita dapat undangan untuk After Party di suatu bar di dekat Orchad. Malamnya kami bersiap dengan style '80-an. Gue teringat zaman itu saat nyokap dan bokap gue udah nikah dan gue pun masih ada di khayalan mereka. Gue pun pergi ke sana dengan menggunakan jasa taksi. Taksi yang di spore sangatlah berbeda pelayanannya dengan taksi yang di Indonesia. Di Indonesia ngasih uang pas sang supir masih suka berdecak lidah, atau kita memberi uang lebih kadang tidak dikembalikan uang yang berlebih oleh sang supir, ataupun kalo kita ngasih uang kurang kita bakal dimarahin supir taksi *yaiyalah*. Kalo di spore kita membayar harga di argo taksi dan kembaliannya bener-bener dikasih sama sang supir bahkan sampai hitungan koin sen-nya yang berlebih pun diberi oleh sang supir itu.
Sampai di bar gue dan tim gue masuk dan makan makanan yang dihidangkan. Saat melihat makanan yang enak dan gak biasa gue makan ada di depan mata gue, naluri kampung gue muncul lagi. Saat pengambilan makanan gue menyendok sedikitnya empat sendok ukuran besar (ukuran sendok besar yang ada di tempat makan saat kondangan). Makanan yang tersedia ada enam, jadi kalo dihitung-hitung, gue makan dua puluh empat sendok yang setara dengan empat porsi dengan asumsi satu porsi enam sendok (satu makanan satu sendok). Gue dengan pede makan dengan lahap seperti beruang hibernasi. Gue pun akhirnya kenyang (dan kalap).
Setelah makan itu acara afterparty pun dimulai dengan memperkenalkan masing-masing pemain dari satu negara ke semua peserta AUHC. Acara berlangsung meriah. Jam sudah menunjukan pukul 23.14 waktu Singapura. Gue mulai mengamati keadaan sekitar. Jujur gue takut waktu itu karena selain gue gak biasa dengan keramaian, banyak orang sekitar gue yang minum-minuman beralkhol sambil tertawa ria. Gue takut kalo gue lagi bengong lalu salah satu peserta AUHC memukul gue dengan peralatan sound system, kemudian gue meninggal, lalu gue di mutilasi. Itulah pikiran gue pada saat itu, sangat pendek dan aneh. Dalam hidup gue, gue baru sekali ke bar. Pertama kali gue ke bar pada saat acara prom di SMA gue. Gue mengamati keadaan sekitar. Gemerlap lampu yang menyorot di lantai dansa, suara musik yang menggelegar seperti auman singa kalo lagi dicubit, dan air berwarna warni yang mengisi gelas kecil yang ada di rak dan meja. Gue kemudian mengamati lagi apa yang dilakukan teman-teman gue saat di bar. Ada yang lagi menari di atas lantai dansa, ada yang meminum minuman alkohol, dll. Gue terdiam dan termenung karena sejumlah aktivitas di sana. 'Ternyata ini yang namanya bar yang biasanya gue liat di acara-acara dewasa' pikir gue.Dan untuk kali kedua gue pergi ke bar saat merayakan after party AUHC. Suasananya hampir sama dengan apa yang gue rasain saat gue di bar pas acara prom di SMA gue. Bedanya gue lebih ganteng saat berada di suatu bar di dekat orchad Singapura. Di dalam kesendirian gue layaknya jomblo (emang lo jomblo mas) melihat sekeliling para peserta AUHC menikmati party layaknya di tipi-tipi, tiba-tiba pemain AUHC dari Singapura, Simon Lee mengajak gue bicara. Gue deg-degan kaya mau nembak cewe, soalnya gue dihadapkan dengan seorang orang asing yang fasih berbicara bahasa Inggris. Gue gak mau kegantengan gue berkurang karena kendala gak bisa berbahasa Inggris. Dengan keyakinan gue, pasang tampang sok cool, gue berbicara dengan Simon Lee.
'Hey, Damas what do you do?'
'I don't know, just sitting on my chair hahaha' Tawa gue sembari ingin mengambil langkah 1000 layaknya copet pasar senen.
'Oh, what do you feeling when you join AUHC?'
'Mmm, mmm..' gue panik karena gue gk ngerti apa yang dia katakan, karena ngomongnya dengan logat singlish atau bisa dikatakan logat Inggris versi Singapura. Gue menerka dan menjawab dengan keyakinan gue supaya nyambung dengan apa yang dia omongin. 'I'm very glad.' Jawab gue sambil berharap dia mati keselek duri ikan pada saat itu biar perbincangan gue dan Simon berakhir.
'Ooh, for the first time ha?'
'Yes, hahaha'
'What do you think about Asia player like Singapore, Philipina, Japan, and Australia? and what do you feeling after played with them?'
Gue panik, mau nangis dengerin pertanyaannya si Simon ini. Dalam otak gue, kalimat dari pertanyaannya Simon diterjemahkan sebagai berikut: mampus gue gak ngerti apa yang diomongin nih orang, semoga ada orang yang baik ngajak gue keluar dari sini.
Sejujurnya gue sedikit mengerti apa yang Simon katakan saat itu. Karena ingin mengangkat derajat kegantengan gue, gue mencoba untuk menjawab pertanyaan dia yang ditujukan buat gue.
'My feeling
'Ya, They're Champion in the world championship competion, man and woman team. Woman team is the best eventough they older than me, I think, hahaha.'
'Yes they're the best'
'Okay, I have to go to there, thank you for this conversation with you.' kata Simon sembari menepuk pundak gue dan mengajak gue berjabat tangan.
'Yes thank you too.' Gue ngajak dia salaman.
Kalimat 'thank you too' maksud gue pengen bilang "terima kasih juga" berhubung gue gak tau bahasa Inggrisnya yang bener, gue sambung-sambungin aja apa yang gue tau kata demi kata.
Gue bersyukur dengan akhir perbincangan ini. Sumpah itu pertama kalinya gue ngobrol ama orang asing berdua dan saat itu emang bahasa Inggris gue pas-pasan (dan gak fasih), jadi gue keluarin aja apa yang gue tau buat menjawab pertanyaan dari dia.
Kegantengan gue nambah 120%
Kami pun pulang dari After party pukul 00.30 waktu Singapura. Kita pulang dengan keadaan capek *yaiyalah*. Yang menarik saat perjalanan pulang, anggota tim kami Mas Dayat mabok berat *sepertinya* karena dia sudah minum minuman beralkohol berbagai jenis dalam satu gelas, maksud gue minuman dia dicampur banyak minuman beralkohol. Untung aja dia enggak berontak layaknya gajah lagi di tusuk bokongnya dengan samurai saat dia berada di alam bebas. Dia terus berbicara dalam logat bahasa Inggris. Tak seperti gue berbicara dengan Simon, gue pun menjawabnya dengan kata-kata andalan semua orang di dunia ketika berbicara bahasa Inggris 'Yes, Mas Dayat yes'. Gue lalu berpikir 'Gue aja minum sirup marjan yang baru buka segel langsung teguk dari botolnya buat dihabiskan pusing banget apalagi minum-minuman beralkohol kaya Mas Dayat.'
Kami pun sampai dengan menggiring Mas Dayat selamat sampai
Tanggal 5 Desember 2011, hari terakhir gue sama tim gue berada di Singapura. Kami take off pada malam hari, jadi kami bisa berjalan-jalan sebentar ke Orchad Road sama Patung Merlion. Untuk mengawali jalan-jalan, kami pun pergi ke Chinatown untuk makan dan melihat seperti apa sih Chinatown itu.
Gue kelabakan nyari makanan karena selain tulisannya kotak-kotak china semua, gue juga gak yakin kalo makanan itu halal. Gue pun mencari terus makanan di Chinatown yang menurut gue halal dan enak. Setelah keliling 7 akhirnya gue mendapatkan gelar Haji di depan nama gue (lah...). Gue pun mendapatkan makanan yang bernama "Ayam Penyet". 'Gile ini mah makanan Indonesia banget, insyaAllah halal lah.' pikir gue sambil bergegas mengantri di barisan pemesan makanan ini. Akhirnya gue makan-makanan yang menurut gue paling enak selama gue ada di Singapura.
Setelah makan, kami pun jalan-jalan menelusuri Chinatown. Gue pengen beli oleh-oleh buat keluarga gue. Gue cek dompet, ternyata uang gue tinggal 20 Dollar Singapura. 'Perasaan gue, gue naro 7M di dompet, tapi sekarang kok tinggal 20 Dollar Singapura?' Khayal gue. Alhasil gue hanya bisa memandang oleh-oleh apa yang gue ingin beli buat keluarga dan berharap semoga gue bisa menyulap 20 Dollar Singapura menjadi 10ribu Dollar Singapura. Kelar dari Chinatown. Gue dan tim gue melanjutkan perjalanan dari Chinatown menuju Patung Merlion. Di dalam perjalanan menuju Patung Merlion. Gue memandangi sekitar sana. Gedung-gedung tertata rapi, pembangunan yang teratur, dan sebagainya. 'Coba Jakarta bisa mencontoh sistem pembangunan Singapura, pasti lebih enak dilihat.' Harap gue sambil kembali melanjutkan memandangi pemandangan sekitar.
Akhirnya gue dan tim gue sampe di Patung Merlion untuk berfoto-foto. Gue gak sangka-sangka, gue foto sama patung yang terkenal di seluruh jagat dunia dan tentunya kebanggan Singapura tersebut. Biasanya gue liat foto ini di profile picture temen-temen gue yang udah ke Singapura dan sekarang gue bisa berfoto dengan patung ini. Tentunya gue seneng banget. Untungnya kenorakan gue enggak keluar. Tadinya gue pengen nyebur di kali di depan Patung Merlion, tapi karena kegantengan gue lagi di atas rata-rata gue gak melakukan hal tersebut.
Setelah dari Patung Merlion, kami pun mampir ke Orchad Road sekedar melihat-lihat bagaimana suasana Orchad Road di sore hari, lalu kembali ke hotel sebentar mengambil tas dan koper lalu melanjutkan perjalanan menuju Changi Airport untuk pulang ke Indonesia.
Pesawat take off dari Changi Airport jam 19.00 Waktu Singapura. Dengan 20 Dollar Singapura gue hanya bisa membeli coklat di bandara untuk oleh-oleh buat keluarga gue.
Kami pun sampai selamat di Indonesia pukul 22.12 waktu Indonesia. Lalu semuanya pun berpamitan satu sama lainnya untuk pulang kerumah masing-masing.
Itulah sederet pengalaman gue (absurd dan norak gue) dan tim gue saat berada di Singapura. Gue belajar suatu hal di sana, saat pergi keluar negeri usahakan gue bisa berbicara bahasa Inggris minimal tau apa yang bakal gue omongin. Semoga gue bisa pergi lagi ke Singapura suatu saat nanti dan tentunya gue harap gue bisa pergi ke negara lain selain Singapura :D
Nb: Buat bokap, nyokap, kakak, dan adek gue, sorry gue gak bisa bawa apa-apa selain coklat sebungkus buat kalian karena duit gue ngepas. Kalo gue ke Singapura atau keluar negeri lagi gue janji bakal ngasih oleh-oleh yang lebih banyak dari sebungkus coklat. Maaf yah :')
Comments
Post a Comment