Pendapat Gue Tentang Puisi di Twitterland
Halo kawan-kawan semua para pembaca blog yang budiman *pake peci*
Kali ini gue nge-post berkaitan dengan lomba yang diadakan oleh @hurufkecil tentang ini. Maka dengan rasa hormatserta ngawur gue akan menyampaikan opini gue tentang puisi yang berada di twitterland.
Twitter adalah suatu media yang dipakai para pemakainya buat menuliskan sesuatu yang terjadi seperti yang tertulis dikotak New Tweet yaitu What’s happening?. Memang terbatas dalam penggunaan kata yang tersedia di dalam kolom New Tweet itu, hanya 140 karakter, sama kaya tinggi gue waktu gue kelas 5 SD #kemudiancurhat. Dengan media inilah para pengguna socmed sendiri memanfaatkannya dengan menuliskan serangkai puisi yang terangkai atas nama emosi. Kita pun gak bisa menebak apakah puisi itu ditujukan oleh dirinya, orang lain, peliharaannya (kalo punya), ataupun tukang ojek yang mangkal di dekat rumahnya. Gak ada yang tau. Untuk itulah twitter-lah sebagai sarana mereka untuk melantunkan dengan lantang sajak-sajak yang mereka rangkai dengan komposisi 95% karung emosi dan 5% sisanya hanyalah berbentuk 140 karakter yang mewakilkan sebuah puisi yang mereka rangkai.
Bicara soal puisi, gue emang bukan seorang puisisasi (maksud gue orang yang suka ngerangkai puisi gitu *ngeles* *padahal gak tau istilah pembuat puisi itu apa*). Pengalaman gue bercerita bahwa untuk membuat puisi itu bukanlah perkara sulit. Yang kita rasakan lalu diberi bumbu, jadilah sebuah puisi (tapi sih rata-rata puisi yang gue buat gak terlalu bagus -_-). Menuliskan puisi itu sendiri tidaklah sembarang tulis tapi berdasarkan emosi dan sebuah emosi itu bukanlah hanya sebatas senang, marah, sedih, ataupun galau. Suasana untuk menulis puisi pun ikut andil dalam pembutan puisi oleh para pembuat puisi tersebut untuk mencairkan emosinyan menjadi suatu karya seni yang berupa sederet kata-kata yang indah. Dalam emosi itulah seseorang akan menyampaikannya dengan perwakilan serangkai kata. Karena ingin menjadikan sebuah puisi yang begitu simpel dan mengubah opini banyak orang bahwa puisi itu tidak mesti panjang-panjang kaya rel kereta api Jakarta-Surabaya, maka para pembuat puisi menggunakan twitter sebagai sarana untuk membuat puisi itu sebagai sesuatu yang simple dan ringan untuk dinikmati. Bisa saja mereka ingin berbagi kepada orang tentang apa yang dirasakan seseorang lewat puisi tersebut. Dalam suatu puisi biasanya sih ada curhat terselubung. Jadi tak heran banyak orang yang me-retweet puisi-puisi yang mereka buat dengan segala emosi yang ada di dalam lubuk hatinya. Mungkin saja orang-orang yang me-retweet puisi mereka merasakan hal yang sama seperti kata-kata yang dibuat oleh mereka. Itulah sebabnya, suatu apresiasi yang besar bagi mereka pembuat puisi jika para pembacanya larut dalam emosi yang tertuang dalam suatu puisi yang dibuat oleh si pembuat puisi tersebut. Dalam puisi mereka tenggelam dalam suatu lautan aksara yang berbaris 140 karakter di sana.
Menurut ilmu kesotoyan gue, bisa saja mereka tidak tau atau bingung kepada siapa lagi dia bercerita. Hanya twitter sajalah teman setia para pecinta socmed untuk menumpahkan segala emosinya lewat serangkai puisi yang berbariskan 140 personil aksara. Bertumpuk emosi dan pikiran dan dengan sekali flush mereka merangkai sebuah puisi. Memang setau gue puisi itu adalah sekarung yang berisikan emosi, lalu diambil seikat, kemudian dibuat menjadi sebuah adonan manis yang pantas untuk diberikan kepada tamu, si pembaca puisi tersebut. Bagi mereka (si penikmat sajak/puisi) itu sungguh sebuah puisi itu mereka anggap sebagai sebuah kue hangat yang baru saja diangkat dari panggangan, harum dan masih segar.
Kadangkala para pembuat puisi itu merangkai puisi-puisi mereka setelah melihat drama yang muncul di twitterland. Itu juga bisa menjadi salah satu faktor si pembuat puisi untuk menjadikan sebuah ide yang cemerlang untuk menjadikannya sebuah cerita dan merangkainya dalam sebuah puisi yang berjumlah 140 huruf ini. Ini adalah sebuah drama kecil bagi mereka pembuat puisi ini. Sungguh hebat jika pembuat puisi menceritakan sebuah drama hanya dengan 140 karakter.
*tepuk tangan*
Banyak akun personal (bukan anonim) yang gue kenal terkenal sebagai pembuat puisi di twitterland antara lain @hurufkecil, @fatimaalkaff, @therendra, @1bichara, @commaditya, @DAMITCH, @zarryhendrik, @benzbara, dan lain-lain yang tidak gue sebutkan satu persatu namun tidak mengurangi rasa takzim dan salam akan kehadiran anda semua.
*benerin peci lagi* #tadimiring #dijelasin
*di keplak kak tomat*
Gue banyak belajar dari mereka yang terampil dalam merangkai suatu puisi dan menggunakan socmed twitter sebagai sarana untuk menumpahkan emosi lewat dengan puisi yang dirangkai singkat. Dengan puisi mereka yang gue baca, gue belajar dan berharap bisa menjadi salah satu dari mereka yang menurut gue terampil dalam merangkaikan sebuah puisi singkat yang berjumlah 140 karakter.
Intinya sih dalam khotbah gue yang (gak begitu) panjang lebar ini, seseorang menuliskan serangkaian puisi di twitter berdasarkan sebuah emosi yang ada di lubuk hatinya yang tak cukup diungkapkan lewat suara yang keluar dari mulutnya. Makanya mereka merangkai sebuah kalimat berjumlah 140 karakter yang bernama puisi untuk mengungkapkan emosi yang ada di dalam hatinya entah itu dia sedang senang, sedih, galau, marah, ataupun sejuta emosi yang gak bisa gue sebutkan satu-satu. Gak bisa ketebak begitu aja.
Simple and meaningful..
Segitu aja pendapat dari gue tentang beredarnya foto seksi Sora Aoi puisi-puisi yang ada di twitterland. Semoga opini gue bisa di terima dengan baik oleh kalian semua yang membaca opini gue.
Kali ini gue nge-post berkaitan dengan lomba yang diadakan oleh @hurufkecil tentang ini. Maka dengan rasa hormat
Twitter adalah suatu media yang dipakai para pemakainya buat menuliskan sesuatu yang terjadi seperti yang tertulis dikotak New Tweet yaitu What’s happening?. Memang terbatas dalam penggunaan kata yang tersedia di dalam kolom New Tweet itu, hanya 140 karakter, sama kaya tinggi gue waktu gue kelas 5 SD #kemudiancurhat. Dengan media inilah para pengguna socmed sendiri memanfaatkannya dengan menuliskan serangkai puisi yang terangkai atas nama emosi. Kita pun gak bisa menebak apakah puisi itu ditujukan oleh dirinya, orang lain, peliharaannya (kalo punya), ataupun tukang ojek yang mangkal di dekat rumahnya. Gak ada yang tau. Untuk itulah twitter-lah sebagai sarana mereka untuk melantunkan dengan lantang sajak-sajak yang mereka rangkai dengan komposisi 95% karung emosi dan 5% sisanya hanyalah berbentuk 140 karakter yang mewakilkan sebuah puisi yang mereka rangkai.
Bicara soal puisi, gue emang bukan seorang puisisasi (maksud gue orang yang suka ngerangkai puisi gitu *ngeles* *padahal gak tau istilah pembuat puisi itu apa*). Pengalaman gue bercerita bahwa untuk membuat puisi itu bukanlah perkara sulit. Yang kita rasakan lalu diberi bumbu, jadilah sebuah puisi (tapi sih rata-rata puisi yang gue buat gak terlalu bagus -_-). Menuliskan puisi itu sendiri tidaklah sembarang tulis tapi berdasarkan emosi dan sebuah emosi itu bukanlah hanya sebatas senang, marah, sedih, ataupun galau. Suasana untuk menulis puisi pun ikut andil dalam pembutan puisi oleh para pembuat puisi tersebut untuk mencairkan emosinyan menjadi suatu karya seni yang berupa sederet kata-kata yang indah. Dalam emosi itulah seseorang akan menyampaikannya dengan perwakilan serangkai kata. Karena ingin menjadikan sebuah puisi yang begitu simpel dan mengubah opini banyak orang bahwa puisi itu tidak mesti panjang-panjang kaya rel kereta api Jakarta-Surabaya, maka para pembuat puisi menggunakan twitter sebagai sarana untuk membuat puisi itu sebagai sesuatu yang simple dan ringan untuk dinikmati. Bisa saja mereka ingin berbagi kepada orang tentang apa yang dirasakan seseorang lewat puisi tersebut. Dalam suatu puisi biasanya sih ada curhat terselubung. Jadi tak heran banyak orang yang me-retweet puisi-puisi yang mereka buat dengan segala emosi yang ada di dalam lubuk hatinya. Mungkin saja orang-orang yang me-retweet puisi mereka merasakan hal yang sama seperti kata-kata yang dibuat oleh mereka. Itulah sebabnya, suatu apresiasi yang besar bagi mereka pembuat puisi jika para pembacanya larut dalam emosi yang tertuang dalam suatu puisi yang dibuat oleh si pembuat puisi tersebut. Dalam puisi mereka tenggelam dalam suatu lautan aksara yang berbaris 140 karakter di sana.
Menurut ilmu kesotoyan gue, bisa saja mereka tidak tau atau bingung kepada siapa lagi dia bercerita. Hanya twitter sajalah teman setia para pecinta socmed untuk menumpahkan segala emosinya lewat serangkai puisi yang berbariskan 140 personil aksara. Bertumpuk emosi dan pikiran dan dengan sekali flush mereka merangkai sebuah puisi. Memang setau gue puisi itu adalah sekarung yang berisikan emosi, lalu diambil seikat, kemudian dibuat menjadi sebuah adonan manis yang pantas untuk diberikan kepada tamu, si pembaca puisi tersebut. Bagi mereka (si penikmat sajak/puisi) itu sungguh sebuah puisi itu mereka anggap sebagai sebuah kue hangat yang baru saja diangkat dari panggangan, harum dan masih segar.
Kadangkala para pembuat puisi itu merangkai puisi-puisi mereka setelah melihat drama yang muncul di twitterland. Itu juga bisa menjadi salah satu faktor si pembuat puisi untuk menjadikan sebuah ide yang cemerlang untuk menjadikannya sebuah cerita dan merangkainya dalam sebuah puisi yang berjumlah 140 huruf ini. Ini adalah sebuah drama kecil bagi mereka pembuat puisi ini. Sungguh hebat jika pembuat puisi menceritakan sebuah drama hanya dengan 140 karakter.
*tepuk tangan*
Banyak akun personal (bukan anonim) yang gue kenal terkenal sebagai pembuat puisi di twitterland antara lain @hurufkecil, @fatimaalkaff, @therendra, @1bichara, @commaditya, @DAMITCH, @zarryhendrik, @benzbara, dan lain-lain yang tidak gue sebutkan satu persatu namun tidak mengurangi rasa takzim dan salam akan kehadiran anda semua.
*benerin peci lagi* #tadimiring #dijelasin
*di keplak kak tomat*
Gue banyak belajar dari mereka yang terampil dalam merangkai suatu puisi dan menggunakan socmed twitter sebagai sarana untuk menumpahkan emosi lewat dengan puisi yang dirangkai singkat. Dengan puisi mereka yang gue baca, gue belajar dan berharap bisa menjadi salah satu dari mereka yang menurut gue terampil dalam merangkaikan sebuah puisi singkat yang berjumlah 140 karakter.
Intinya sih dalam khotbah gue yang (gak begitu) panjang lebar ini, seseorang menuliskan serangkaian puisi di twitter berdasarkan sebuah emosi yang ada di lubuk hatinya yang tak cukup diungkapkan lewat suara yang keluar dari mulutnya. Makanya mereka merangkai sebuah kalimat berjumlah 140 karakter yang bernama puisi untuk mengungkapkan emosi yang ada di dalam hatinya entah itu dia sedang senang, sedih, galau, marah, ataupun sejuta emosi yang gak bisa gue sebutkan satu-satu. Gak bisa ketebak begitu aja.
Simple and meaningful..
Comments
Post a Comment