Bad or Good Week

*liat dompet* *masih nangis*

Pengeluaran gue makin hari makin gak terkontrol. Buat minggu ini, pengeluaran gue mencapai dua kali lipat sebelumnya, yang tadinya kalo dimisalkan yang tadinya cuma 100ribu perhari jadi 200ribu perhari karena kebutuhan (gak) penting. Belom lagi besok saat gue studio, bakalan ngeluarin duit lagi buat bikin maket (kabar burungnya sih gitu). Jadi kangen masa-masa saat gue jago memperhitungkan pengeluaran.

*nangis*

Seminggu ini, ada beberapa kejadian yang bisa dibilang rada ngeselin. Kenapa ngeselin? Karena emang ngeselin.

          Mulai dari hari senin. Saat mata kuliah studio, seluruh mahasiswa angkatan gue disuruh bikin sketch bangunan yang udah ditentukan sama tim dosen. Bangunannya tersebut bangunan yang berada di dalam kampus gue. Saat itu gue kebagian gedung kantin atau biasa disebut Cafetaria. Sebelumnya, gue gak punya modal apa-apa buat bikin sketch. Dengan modal sotoy yang sangat tinggi, gue mengumpulkan niat untuk bikin sketch bangunan Cafetaria ini. Sempet minder (padahal emang udah minder dari sononya) karena teman-teman gue udah pada jago dan ada modal untuk bikin sketch. Gue tau mereka semua yang bisa bikin sketch dari buku-buku mereka yang gue lihat. Tergambar di sana gedung skycrapper, robot, anime, muka seorang wanita yang gue bilang mirip Asmirandah, dan lain-lain. "Anjrit, jago-jago banget bikin sketch-nya", gumam gue dalam hati. Gue aja kalo bikin sketch apapun, hasilnya gak sesuai sama ekspektasi yang diharapkan dari imajinasi gue. Misalnya gue mau gambar gedung skycrapper, jadinya malah tanahnya doang. Kalo gue buat sketch mukanya Asmirandah, jadinya kaya muka banci taman lawang abis operasi plastik. Jadi, untuk keterampilan gue untuk membuat sketch itu ...
(simpulin sendiri aja ya, gak enak gue nulisnya)

Gambar yang akan gue sketch pada waktu studio senin lalu.

Waktu pengerjaan tiga jam. Saat pengerjaan, gue udah niat, mengumpulkan imajinasi yang ada, dengan semangat juang tinggi seperti para pejuang yang ingin mengusir penjajah. Satu jam gue sketch bangunan tersebut, dosen (yang kebetulan meng-asistensi kelompok gue) dateng ke gue.
"Kamu belum absen kan?" *sambil ngasih daftar absensi*
"Belum pak." *gue ngambil daftar absensi dan tanda tangani absensi tersebut*
"Umm, kamu baca soal yang tadi gak?"
"Baca pak. Sketch Cafetaria dari gedung arsitektur."
"Kamu tau sekarang ada di mana?"
("Di tanah pak." gumam gue. Tapi jawaban itu gue tahan, takutnya nilai jelek kembali menghiasi di daftar nilai gue) "Di depan Cafetaria pak."
"Seharusnya jalan dari gedung arsitektur kan adanya pinggir kiri, masa iya dari gedung arsitektur kamu lompat. Ayo sana ulang sketch-nya, buat dari pinggir kiri (sambil nunjuk pinggir kiri jalan menuju Cafetaria) waktunya masih panjang."
"%$#%$@$%@&^%&*_)*)(^&&*$" 

Pendeskripsiannya, dari Cafetaria ada penghalang berupa taman kecil. Jalanan untuk menuju kesitu adanya dari pinggir kiri dan kanan. Saat itu tugas kelompok gue disuruh sketch-nya dari pinggir kiri.

Kampret, satu jam pengerjaan gue sia-sia. Sketch awal yang gue udah buat sepenuh hati layaknya seorang ibu sedang menimang-nimang bayinya tiba-tiba dirusak. Waktu pengerjaan sisa dua jam lagi dan saat itu gue udah gak mood lagi untuk ngerjain sketch tersebut. Dengan sangat terpaksa, gue apus sketch pertama gue dan ngerjain lagi dengan posisi yang berbeda.

"Sketch itu gak usah ribet-ribet, sederhana aja, nanti tinggal ditambah detailnya. Nih saya contohin sederhananya kalo dilihat dari pinggir yang kalian gambar." Kata dosen gue sambil mencorat-coret kertas yang ada di tangannya. Gak nyampe 5 menit sketch pun jadi.

Hasilnya sketch yang kata dosen gue sederhana.

Gue makin nge-down karena hasil sketch dosen gue dikerjakan dalam waktu kurang dari 5 menit. Jago banget. Belum lagi teman-teman gue yang udah pada kelar dengan hasil sketch-nya yang bagusnya gak manusiawi. Dengan arsiran yang terlatih, teman-teman gue mengerjakan finsihing dari hasil sketch bangunan Cafetaria. Kalo teman-teman gue sketch bangunan Cafetaria seperti aslinya, sedangkan gue sketch bangunan Cafetaria tersebut seperti bangunan Cafetaria pasca kebakaran.

          Selain itu ada lagi kejadian yang rada ngeselin lainnya. Hari Sabtu, gue melakukan (lagi) aktivitas rutin gue yaitu freedive di kolam ITB. Saat hendak gue membeli tiket, gue gak tau karena tiketnya seharusnya beli di depan parkiran sebelum gue masuk kolam, jadi gue menagih tiket yang ada ke penjaga kolam karena sebelumnya gue belum dapet tiket (padahal udah bayar). Dibuat bingung dengan interogasi penjaga kolam, gue sedikit panik (iya sedikit, soalnya gue waktu itu pengen nusuk muka abang-abangnya pake piso karena nanyanya gak nyantai). Setelah interogasi sedikit panjang, gue dibiarkan masuk kolam. Kelar berenang, gue dipanggil lagi dan di interogasi ulang. Mungkin emang sebelumnya gue gak tau beli tiketnya di mana, makanya gue sedikit bingung dengan interogasi yang dilontarkan si-penjaga kolam sehingga gue pusing. Entah kenapa gue bingung sama orang-orang tersebut malah dibuat ribet yang seharusnya sederhana. Setelah debat yang cukup panjang, gue mandi dan bersiap pergi dari kolam tersebut. Gak disangka pas gue mandi, salah satu penjaga kolam membuka tiba-tiba pintu kamar mandi dan memberikan gue tiket (yang menurut gue gak sopan cara ngasihnya) sambil ngomel-ngomel. Sumpah, pengen rasanya gue bunuh ditempat mas-mas penjaga kolam tersebut karena menurut gue itu GAK SOPAN (entah menurut yang baca sikap tersebut sopan apa enggak). Bayangin aja, lo lagi mandi enak-enak tiba-tiba ada yang buka pintu dan menodongkan tiket dan cara ngasihnya pun gak sopan. Gue sempet pegang gagang shower dan melayangkan gagang shower ke muka mas-mas tersebut, tapi berhubung gue sudah dewasa (azeg) maka gue tahan niat tersebut dan membiarkannya berlalu. Baru pertama kalinya gue nemu di Bandung, orang asli Bandung yang katanya terkenal dengan keramahannya, terlihat di mata gue ketidaksopanannya ke gue, padahal gue bersikap baik dengan penjaga kolam tersebut.

Sudahlah, yang berlalu sudahlah berlalu. Lupakan kejadian yang lo anggap itu gak baik agar tidak memupukkan rasa dendam dalam diri.

*elus-elus dada* *dada Jessica Alba*

Lepas dari kejadian ngeselin tersebut. Akhir-akhir ini nyokap gue suka mengawali percakapan telpon dengan topik-topik yang menurut gue tidak terlalu penting. Mungkin karena gue selalu sibuk dengan kegiatan gue jadi gue gak sempet nonton televisi. Makanya nyokap gue nelpon dan memberikan hal-hal (yang katanya beliau) informatif dan topiknya gak jauh-jauh dari itu-itu saja.

Hari Senin: "Damas, Limbad kawin lagi, kasian ya istrinya."
Hari Selasa: "Damas, kasian ya istrinya Limbad."
Hari Rabu: "Limbad Damas, Limbad! Gitu-gitu nikah lagi masa."
Hari Kamis: "Masya Allah, Limbad nikah lagi Damas."
Hari Jumat: *gue mengawali percakapan ini* "Iya mah Limbad kawin lagi." (dan nyokap melanjutkan ceritanya tentang.....Limbad)

Absurd.

Belum lagi sms-nya yang begitu unik. Pas gue ngerjain tugas kuliah, LED handphone gue nyala.

Nyokap gue emang penuh kejutan.

Gue hidupkanlah televisi demi melihat ANTV dan melihat apa handphone Kevin Aprillio yang ditanyain harganya sama nyokap gue (lupa gue acara apa pokoknya ada Kevinnya). Setelah gue mengetahui handphone-nya Kevin yang gue simpulkan itu adalah handphone i-phone 4S, gue sms nyokap gue dan menuliskan nominalnya. Saat itu gue balesnya lewat sms gratis via twitter karena gue gak ada pulsa saat itu.

Balasannya?
Sejujurnya gue mau nangis karena mendapat balasan itu. 

Pada waktu itu nyokap gue lagi nonton acara tv yang menunjukan kehidupan Kevin Aprilio. Mungkin nyokap kagum kali ya sampai-sampai mengirimkan sms tersebut ke gue. Semoga gue bisa bahagiain nyokap gue dengan kerja keras gue agar dapat kekayaan yang senilai harta Kevin Aprilio atau lebih :')

Berlanjut dari hal itu, pada hari Sabtu gue melakukan hal tergila yang gue pernah dilakukan saat gue di Bandung. Gue ke daerah Punclut, daerah sebelum Lembang (bisa di cari di google maps) dari kampus dengan menggunakkan.....sepeda. Sakti abis.

Sepeda lipet pula. Sakti abis.

Saat itu gue terpisah dari rombongan teman-temang gue karena gue waktu itu lagi ada di Sabuga (sebelumnya gue sepedaan dari kampus ke Sabuga). Daripada bolak balik membuang-buang waktu, mendingan gue langsung jalan ke daerah Punclut. Sebelumnya gue udah googling daerah Punclut itu seberapa jauh. Gak terlalu jauh sih kalo dari Sabuga, cuma 4 km. Gue memprediksikan bahwa perjalanan gue tempuh cuma makan waktu 20 menit karena dekat dan (gue kira) jalannya datar. Prediksi gue ada yang salah, yang gue kira jalannya datar ternyata nanjak, dan nanjaknya pun gak manusiawi kalo untuk jarak tempuh menggunakkan sepeda.

Dari titik 0 (Sabuga) - 1 km pertama: Masih lancar, sedikit terengap-engap
1 km - 2 km: Makin nanjak dan gue hampir pingsan
2 km - 2,5 km: Ambil aku, Tuhan...

Satu ungkapan penyesalan gue saat itu:

BERAT BANGET NYET, MANA SEPEDA GUE SEPEDA LIPET PULA, WALAUPUN ADA GIGI BUAT MEMPERMUDAH TAPI TETEP AJA. ATURAN GUE BARENG ROMBONGAN DARI KAMPUS AJA!!!

 Bayangin ngegowes dari bawah pake sepeda yang gue udah sebutin sebelumnya.

 Tanjakan datar

 Posisi gue di bawah sono dan kudu ke atas *tunjuk2 dataran yang lebih rendah*

Anggap aja sepi, terus bayangin lo gowes sepeda dari bawah menanjak ke atas.

Semua gambar gue ambil dari google. Keyword "Jalanan menuju punclut"

Waktu gue terus (mendaki pake sepeda)gue lihat ada persimpangan. Untuk berjaga-jaga gue tungguin rombongan teman-teman gue yang ternyata masih pada di kampus. Untuk mengusir kebosanan gue nongkrong di warkop dan gak gue sangka gue ngabisin 10 ribu rupiah buat makan gorengan dan ngopi-ngopi cantik. 

*nangis*

Sudah satu jam berlalu dan rombongan teman-teman gue belum keliatan 'batang hidungnya'. Di saat yang bersamaan battery handphone gue lowbatt, tinggal 2 %.

Ketika hendak sms teman gue.

Nil, ada di mana? Gue ada di depan Rumah Sakit dr. Salumun.

sent

Network out order

@!@#!#$%*$%^#%$@

Handphone gue mati di saat yang tidak tepat.

Gue cuma bisa nunggu, nunggu, dan nunggu sampai bala bantuan datang. Udah hampir dua jam gue nunggu. Akhirnya rombongan pun datang.

*sujud syukur*

Sepeda gue pun di angkat sampai tempat makan di daerah Punclut. Tadinya gue mau gowes lagi, mengingat teman-teman gue mengingatkan gue akan track-nya curam (banget) gue meng-iyakan saja dan mengangkat sepeda tersebut ke motor dan membawanya sampai tempat tujuan. Pas gue rasain jalanannya emang curamnya gak tau diri. Kalo aja gue gak ikutin saran teman gue, mungkin pas gue udah sampai tempat tujuan kaki gue udah gak ada.

Malam minggu pun datang dan dilanjutkan nongkrong-nongkrong di dalam kampus. Untuk pertama kalinya gue bermalam minggu di luar karena sebelumnya gue jarang (banget) malam mingguan di luar (faktor jomblo kali ye). Canda tawa menghiasi malam itu bersama teman-teman gue yang kebetulan nongkrong pada saat itu. Waktu pun terus berjalan sampai tidak sadar bahwa sudah menunjukkan pukul 3 pagi. Akhirnya gue dan teman-teman gue yang ikut nongkrong pulang.

Sejujurnya gue puas apa yang gue dapet hari sabtu itu. Thanks for my friend, architecture 12.

Is it Bad or Good Week? What's your opinion?

Comments

Popular posts from this blog

Day 23: Kesehatan Kaki di Waktu Weekend

Day 21: Modernitas Area Bermain Anak

Perjalanan 3 tahun