Day 5: Antara Google Maps dan Waze
Day 5
Antara Google Maps dan Waze
Biar gak kek yang dirasakan Ayu Ting-Ting dalam lagunya yang berjudul "alamat palsu", perkembangan zaman teknologi ini mempermudah kita dalam mencari suatu tempat dengan sistem aplikasi navigasi online. Dari mulai driver ojek online buat nganter penumpang sampai muda-mudi yang mau nge-date sama kecengan/gebetannya tapi gak tau rumahnya di mana (gue gak yakin kalo dia diterima sama kecengan/gebetannya, rumahnya aja gak hafal). Sadar atau tidak aplikasi navigasi online yang kita kenal yaitu Google Maps dan Waze mempunyai cukup banyak perbedaan dari segi interface maupun cara mereka bekerja. Gue punya salah satu pengalaman aneh gue menggunakan aplikasi navigasi online. Entah yang gue rasakan sama seperti lo, setiap gue pake aplikasi navigasi online ke daerah Bekasi selalu saja suara serak-serak basah dari mbak-mbak yang ngomong berkata "Anda keluar jalur, anda keluar jalur".
Sebenarnya terdapat perbedaan yang cukup signifikan antara Google Maps dan Waze. Berikut macam-macam perbedaan antara dua aplikasi navigasi online tersebut:
User Interface/User Experience
Mungkin buat kebanyakan orang lebih tertarik menggunakan Waze karena penuh dengan icon-icon lucu kek gue. Jenis font dan gambar informatif yang digunakan pun untuk memperlihatkan tampilan yang cukup sedap dilihat oleh mata. Namun siapa sangka untuk pengunaannya menurut gue lebih sulit Waze daripada Google Maps. Buat gue yang tingkat intelejensianya seukur udang, gue kadang bingung apa saja fitur-fitur yang disediakan oleh Waze. Bahkan gue gak sampai sekarang masih belum mengerti cara menambahkan teman lewat Waze itu gimana. Jadi gue lebih menggunakan prefer Google Maps daripada Waze karena tampilan yang ditawarkan lebih sederhana.
Cara Mereka Bekerja
Selain itu juga perbedaan yang menurut gue cukup berpengaruh signifikan pada kedua aplikasi ini adalah cara mereka menunjukan jalan ke suatu tempat. Untuk Google Maps, jika kita mengarahkan ke tempat tujuan aplikasi tersebut selalu menunjukan jalan tercepat dan rata-rata jalan yang diambil merupakan cabang jalan yang masih diketahui kebanyakan orang. Informasi tentang jarak, waktu tempuh, maupun keadaan kemacetan jalan di sekitar pun ditampilkan secara sederhana dalam satu layar. Juga keunggulan dari mereka adalah cara bekerja secara offline yang cukup membantu orang-orang yang miskin kuota dan punya handphone boros baterai kek gue. Pengalaman yang sangat membantu gue saat menggunakan aplikasi Google Maps ini ketika berada di Surabaya. Waktu gue mau menempuh perjalanan dengan jalan kaki, aplikasi tersebut sangatlah membantu karena saat powerbank yang gue pinjam kurang berfungsi dengan baik (udah minjam, protes lagi lo mas!) gue menggunakan aplikasi ini secara offline, tentu saja sebelum gue mematikan paket data di handphone gue, gue sudah mendapatkan alamat yang gue tuju. Untuk Waze, jika kita mengarahkan ke tempat tujuan aplikasi tersebut juga selalu menunjukan jalan tercepat, namun terkadang jalan yang diambil merupakan jalan tikus (bukan gorong-gorong). Melewati rumah-rumah warga ataupun suatu jalan yang gue yakin itu salah satu jalan menuju kemenangan (halah). Terkadang gue mempertanyakan kenapa Waze sering menunjukan jalan tersebut. Setelah gue selidiki ternyata itulah tujuan dari pembuatan aplikasi Waze, untuk mengenalkan kita terhadap lingkungan yang mungkin gak terlalu banyak orang tau sehingga tingkat kepekaan sosial kita terhadap lingkungan tersebut muncul. Gue punya pengalaman lucu menggunakan Waze ini. Saat gue mencari alamat dari sebuah rumah menggunakan mobil, gue bersama teman gue membuka aplikasi Waze ini. Kita sepakat untuk mempercayai Waze untuk mengarahkan kita ke tempat tujuan. Setelah menempuh perjalanan yang cukup panjang akhirnya sampailah ke tempat yang tidak kita ketahui. Kita menyesal, bukannya percaya dengan Tuhan malah kita percaya kepada Waze. Setengah jam melewati jalan sempit akhirnya kita menemukan jalan buntu yang kebetulan jalan tersebut dipakai orang buat nikahan. Semua tamu dan juga pengantin melihat mobil kita seperti kumpulan zombie yang siap menerkam manusia sehat. Berhubung gue gak mau diamuk massa bersama teman gue, akhirnya kita mencari jalan alternatif yang lain menggunakan Google Maps.
Buat gue pribadi menggunakan Google Maps maupun Waze sama aja. Sama-sama ngabisin kuota kalo buat nyari alamat doang. Karena gue orangnya jarang punya kuota banyak, ditambah juga ingin bersosialisasi dengan lingkungan sekitar paling mentok kalo bingung jalan nanya ke warung kelontong yang 40% jawabannya "tanya aja sama yang di depan mas".
Antara Google Maps dan Waze
Sumber: gue sendiri Sebuah Illustrasi Aplikasi Navigasi Online |
Sebenarnya terdapat perbedaan yang cukup signifikan antara Google Maps dan Waze. Berikut macam-macam perbedaan antara dua aplikasi navigasi online tersebut:
User Interface/User Experience
Sumber: gue sendiri Tampilan yang Sederhana |
Sumber: dari sini Tampilan yang Penuh Dengan Icon |
Cara Mereka Bekerja
Selain itu juga perbedaan yang menurut gue cukup berpengaruh signifikan pada kedua aplikasi ini adalah cara mereka menunjukan jalan ke suatu tempat. Untuk Google Maps, jika kita mengarahkan ke tempat tujuan aplikasi tersebut selalu menunjukan jalan tercepat dan rata-rata jalan yang diambil merupakan cabang jalan yang masih diketahui kebanyakan orang. Informasi tentang jarak, waktu tempuh, maupun keadaan kemacetan jalan di sekitar pun ditampilkan secara sederhana dalam satu layar. Juga keunggulan dari mereka adalah cara bekerja secara offline yang cukup membantu orang-orang yang miskin kuota dan punya handphone boros baterai kek gue. Pengalaman yang sangat membantu gue saat menggunakan aplikasi Google Maps ini ketika berada di Surabaya. Waktu gue mau menempuh perjalanan dengan jalan kaki, aplikasi tersebut sangatlah membantu karena saat powerbank yang gue pinjam kurang berfungsi dengan baik (udah minjam, protes lagi lo mas!) gue menggunakan aplikasi ini secara offline, tentu saja sebelum gue mematikan paket data di handphone gue, gue sudah mendapatkan alamat yang gue tuju. Untuk Waze, jika kita mengarahkan ke tempat tujuan aplikasi tersebut juga selalu menunjukan jalan tercepat, namun terkadang jalan yang diambil merupakan jalan tikus (bukan gorong-gorong). Melewati rumah-rumah warga ataupun suatu jalan yang gue yakin itu salah satu jalan menuju kemenangan (halah). Terkadang gue mempertanyakan kenapa Waze sering menunjukan jalan tersebut. Setelah gue selidiki ternyata itulah tujuan dari pembuatan aplikasi Waze, untuk mengenalkan kita terhadap lingkungan yang mungkin gak terlalu banyak orang tau sehingga tingkat kepekaan sosial kita terhadap lingkungan tersebut muncul. Gue punya pengalaman lucu menggunakan Waze ini. Saat gue mencari alamat dari sebuah rumah menggunakan mobil, gue bersama teman gue membuka aplikasi Waze ini. Kita sepakat untuk mempercayai Waze untuk mengarahkan kita ke tempat tujuan. Setelah menempuh perjalanan yang cukup panjang akhirnya sampailah ke tempat yang tidak kita ketahui. Kita menyesal, bukannya percaya dengan Tuhan malah kita percaya kepada Waze. Setengah jam melewati jalan sempit akhirnya kita menemukan jalan buntu yang kebetulan jalan tersebut dipakai orang buat nikahan. Semua tamu dan juga pengantin melihat mobil kita seperti kumpulan zombie yang siap menerkam manusia sehat. Berhubung gue gak mau diamuk massa bersama teman gue, akhirnya kita mencari jalan alternatif yang lain menggunakan Google Maps.
Buat gue pribadi menggunakan Google Maps maupun Waze sama aja. Sama-sama ngabisin kuota kalo buat nyari alamat doang. Karena gue orangnya jarang punya kuota banyak, ditambah juga ingin bersosialisasi dengan lingkungan sekitar paling mentok kalo bingung jalan nanya ke warung kelontong yang 40% jawabannya "tanya aja sama yang di depan mas".
Comments
Post a Comment