Skip to main content

30 Days of Stop and Look: Introduction

*keluar dari ember es dawet*

Gak nyangka ternyata hampir satu tahun lebih gue gak nge-blog lagi. Setelah gue disibukan dengan Tugas Akhir dan mencari pekerjaan (yang selalu gagal di tahap interview) akhirnya gue mengalami fase (kembali) bosan. Sedikit cerita tentang Tugas Akhir, saat itu gue mengalami fase di mana gue (sudah mulai tersadar) mengenal tentang diri sendiri dan batas-batas gue dari segi intelejensia dan juga emosional. Setidaknya dari sana gue mendapatkan pengalaman bahwa kalo lo gak fokus sama satu hal pencapaian lo, hasil yang didapat gak maksimal. Terbukti di saat gue mengejar cewek kecengan gue rela-relain cuti satu semester buat mencari ilmu sana-sini buat persiapan Tugas Akhir gue kedepannya, pada masa gue menjalani Tugas Akhirnya itu sendiri gue malah gak fokus. Bisnislah, mainlah, ngejar ceweklah (ini mah dari dulu nyet!), dan banyaklah hal-hal yang bukan prioritas malah gue lakuin. Gue pribadi merasa gendok sama diri sendiri saat menerima hasil dari Tugas Akhir gue sendiri walaupun Alhamdulillahnya gak jelek-jelek amat, tapi apalah daya sudah terlewati begitu saja. Di sana gue juga membuktikan ucapan kebanyakan teman-teman gue yang sekarang sudah menjadi alumni, Tugas Akhir itu cukup sekali aja. Betul sekali teman, kalo mau dua kali mending masuk dufan.


Sumber: gue sendiri
Ceritanya bikin sekolah menengah kejuruan peternakan.
Terima kasih Edwin untuk bantuan rendernya.

Sumber: gue sendiri
Ini pintu masuknya.
Terima kasih Galih bantuan rendernya.
Sumber: gue sendiri
Ini selasar buat koneksi antar bangunan.
Terima kasih Galih buat nahan emosi saat gue teriak-teriak mulai stress.
Sumber: gue sendiri
Ini fasilitas rumah guru di dalam tapak. Kebetulan sistem sekolah ini boarding, jadi beberapa guru disuruh ngawas muridnya. Kek rumah-rumah di brosur-brosur real estate. Rumah ini tidak menawarkan DP 0% seperti janji gubernur terpilih pilkada DKI kemarin.
Sumber: gue sendiri
Ini kandang ternaknya yang dikelola oleh pihak sekolah dan siswa untuk pembelajaran.
Sekali lagi terima kasih Galih.
Bicara soal kerjaan, sampai hari ini gue belum juga mendapatkan kerjaan tetap. Mentok-mentok cuman sampai tahap interview. Belum bisa cerita banyak tentang bagaimana gue menghadapi perusahaan pada tahap interview, yang jelas kenapa gue sering gagal pada tahap interview karena sepertinya gue harus introspeksi tentang kepribadian gue oleh Tuhan dengan bercermin dari proses Tugas Akhir gue sendiri.

Merasa dejavu dengan segala kebosanan ini, gue mencoba untuk produktif kembali dengan menjalani kebiasaan-kebiasaan yang melatih konsistensi gue dalam melakukan sesuatu. Teringat satu tahun yang lalu gue bisa melahirkan postingan ini, makanya gue sekarang bikin sesuatu yang serupa. Untuk kali ini, gue membuat karya tulis dan grafis dengan topik "self improvement as an architect". Gue udah jelasin di akun instagram gue tentang ini, tapi alangkah baiknya gue menuliskan kembali sebab kenapa gue memilih topik tersebut untuk menjadi teman gue saat menjalani hari-hari produktif gue.

Dua hari lalu gue baca sebuah artikel di archdaily mengenai pendapat Opa Peter Cook tentang arsitek muda sekarang yang cenderung ingin serba instan dalam hal mengenal lingkungan. Berikut kutipan beliau:

"Think that a young architect just starting out should go to at least two architecture schools, I think they should work in at least two different countries and I think they shouldn't just listen to what the elders tell them. I think they've got to get out and look! Far too many young architects go by the internet or the book or what their professor said or what another professor said… they don't get out there are look at what people do! To look, I think, is very important. Even standing at a bus stop and looking and seeing how people behave—very important!"

Berhubung gue (lagi nyobain) jadi arsitek makanya gue pengen coba ngajak diri gue sendiri atau mungkin barangkali kalian tertarik memperhatikan keadaan sekitar kita. Ruang dan juga orang. Tujuannya buat nunjukin kepekaan seorang arsitek terhadap diversity and engaged set of personal experiences selama 30 hari buat gue pribadi. Lumayan kalo udah jadi bisa jadi batu loncatan dalam membuat karya dengan menyesuaikan karakter gue dalam menyampaikan suatu permasalahan di sekitar gue. Dengan berdasar dari beberapa hal yang gue ketahui tentang teori dan praktik berarsitektur selama kuliah, gue mencoba sebisa mungkin nulis dengan spontan atau meminimalisir mungkin mengedit opini gue sendiri. Karena gue yakin walaupun 90% draft pertama adalah sampah, tapi itulah ungkapan jujur dari pribadi gue dan dari sanalah mungkin menjadi ajang gue untuk mengenal lebih dalam siapa gue. Bukan berarti gue asal-asalan dalam menulis tanpa mempertanggungjawabkan tulisan gue. Gue pun akan berpikir beberapa kali sebelum akhirnya gue menuliskan dengan harapan tanpa edit ataupun meminimalisir editan dalam opini gue. Jika ada yang kurang sependapat sama gue, mohon bantuannya untuk mengoreksi apa yang perlu dikoreksi. Salah satu tujuan gue juga untuk mengajak kepada orang-orang yang dengan terpaksa membaca blog gue untuk peka dengan keadaan sekitar yang terkadang suka dianggap kurang penting. Yuk get outside and look around us.


Sumber: gue sendiri

Sumber: gue sendiri

Sumber: gue sendiri

Comments

Popular posts from this blog

Perjalanan 3 tahun

*menghela nafas* Tahun 2013 menjadi tahun yang baik buat gue karena disitulah gue akhirnya menyelesaikan tingkat I di jurusan arsitektur di kampus gue. Dan di tahun ini juga, tahun ke tiga buat gue yang menjadi kesempatan terakhir gue untuk mengejar mimpi sebagai calon dokter dengan tes sbmptn (seleksi bersama masuk perguruan tinggi negeri) yang sebelumnya gue udah ikuti sebanyak dua kali. Ngomong-ngomong soal tes sbmptn ini, gue sendiri tahun ini gak terlalu ambisius buat ikut tesnya karena disibukkan oleh jadwal-jadwal perkuliahan yang padat seperti payudara sapi di masa-masa suburnya dan kegiatan-kegiatan kampus lainnya yang membuat gue tidak bisa meluangkan waktu untuk belajar sbmptn ( alasan, padahal sih males aja lo mas ). Emang sih gue masih ngebet buat masuk kedokteran, tapi kalo dipikir-pikir usaha gue gak sebanding dari apa yang gue mau. Jomplang. Maka dari itu gue udah merasa pesimis duluan buat tes sbmptn tahun ini karena gue yakin semakin tahun tes seleksi masuk pergu

Review Buku "SKRIPSHIT"

Halo semuaaaaa.... *geber-geber motor di blog* Untuk postingan kali ini gue bakalan review tentang buku salah satu idola gue @shitlicious tentang "SKRIPSHIT" SKRIPSHIT gambar dari sini Berbeda dengan buku2 sebelumnya yang gue beli berjudul "Shitlicious" dan "Gado-Gado Kualat", buku bang Alit ini memberikan sesuatu yang berbeda.. #TEEEETT *mengulang "kata berbeda"* poin -10 Oke pokus pake "P", kalo pake "F" jadi pokuf ... *di lempar toga* Bagi yang gak tau buku "Shitlicious" dan "Gado-Gado Kualat" berikut kilasan cover depannya..  Shitlicious Gambar dari sini    Gado-Gado Kualat Gambar dari sini Buku SKRIPSHIT ini memberikan sesuatu yang berbeda dari buku-buku sebelumnya, dari segi kata, bahasa, cerita, maupun cover. Sebelumnya gue mau jelasin tentang kekurangan-kekurangan pada buku-buku dia sebelumnya: Pada buku pertama yang dia lahirkan secara normal, kekuranga

Day 23: Kesehatan Kaki di Waktu Weekend

Day 23 Rekam Jejak Kaki dan Aktivitas Pribadi Awal Bulan Juni kemarin gue bersama istri gue... *cailah sekarang udah punya istri, biasanya ceritanya gak jauh dari gebetan, mantan gebetan, dan pacar khayalan*  *ehem* ...oke lanjut. Gue sama istri gue punya wacana untuk liburan ke luar kota. Kita sepakat mencari suasana baru untuk menikmati  weekend  yang biasanya kita habiskan hanya di apartemen tempat tinggal kita. Hal yang gue dan istri mesti sepakati adalah suasana hotel yang tidak seperti apartemen kita yang mana mempunyai tipikal kamar studio XXI , fasilitas kolam renang, dan akses vertikal berupa lift. Buat apa gue dan istri gue ke luar kota, kalo suasananya sama dengan apartemen tempat tinggal kita? Pencarian destinasi wisata yang terjangkau oleh  budget  liburan   kita adalah Anyer, Bandung, dan Pulau Seribu. Dengan segala pertimbangan sampai melibatkan Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi (woilah segitunya), akhirnya kita memilih Bandung karena daerahnya gue cukup hafal dan c