Day 7: Hutan Beton Itu Bernama Jakarta
Day 7
Hutan Beton Itu Bernama Jakarta
"Jakarta Beton Belantara" begitulah mural kaliopak yg gue lihat buatan pelaku seni favorit gue dude herlino a.k.a @thepopoh. Sebaliknya gue ke Jakarta setelah 4,5 tahun menempuh kuliah arsitektur di Bandung, gue merasakan panasnya kota Jakarta menyaingi galaksi di luar sana yang bernama Bekasi. Salah satu penyebabnya adalah pembangunan gedung bertingkat yang tidak diimbangi dengan banyaknya vegetasi dan pembangunan ruang hijau kota. Gue kadang suka membayangkan ketika belantara beton yang kita tempati ini berlaku juga seleksi alam di hutan rimba. Siapa yang berkuasa dan bertahan, dia yang menang, tanpa pandang bulu. Hanya melibatkan insting semata karena pikiran dan angan-angan kita untuk menikmati ruang hijau kota diblokade oleh beton-beton yang menjulang tinggi di atas kepala kita.
Kiasan beton belantara terasa nyata ketika ruang yang dipadati oleh gedung-gedung ini belum menjadikan area hijau sebagai prioritas pembangunan gedung tersebut. Sering kali gedung-gedung yang dirancang diarahkan oleh sang pengelola untuk membuat jumlah unit yang disewakan cukup banyak sehingga mendapatkan keuntungan yang berlimpah. Padahal gedung tersebut berdiri tidak cukup jika menguntungkan pihak pengelola saja. Lingkungan sekitar gedung yang terbangun pun harus diperhatikan agar terbentuk harmonisasi ruang di daerah tersebut. Dengan menambah ruang hijau, pengelola gedung seharusnya bisa menciptakan area atraktif berupa ruang publik yang dapat digunakan oleh penghuni gedung maupun masyarakat sekitar. Pembagian area publik dan area perkantoran sudah seharusnya dapat direncanakan sedemikian rupa sehingga istilah "hutan beton" yang diidentikan dengan pembangunan gedung-gedung tinggi bisa berangsur terkikis karena penambahan ruang hijau yang dilakukan oleh perencana dan pengelola gedung.
Hutan Beton Itu Bernama Jakarta
Sumber: gue sendiri |
Kiasan beton belantara terasa nyata ketika ruang yang dipadati oleh gedung-gedung ini belum menjadikan area hijau sebagai prioritas pembangunan gedung tersebut. Sering kali gedung-gedung yang dirancang diarahkan oleh sang pengelola untuk membuat jumlah unit yang disewakan cukup banyak sehingga mendapatkan keuntungan yang berlimpah. Padahal gedung tersebut berdiri tidak cukup jika menguntungkan pihak pengelola saja. Lingkungan sekitar gedung yang terbangun pun harus diperhatikan agar terbentuk harmonisasi ruang di daerah tersebut. Dengan menambah ruang hijau, pengelola gedung seharusnya bisa menciptakan area atraktif berupa ruang publik yang dapat digunakan oleh penghuni gedung maupun masyarakat sekitar. Pembagian area publik dan area perkantoran sudah seharusnya dapat direncanakan sedemikian rupa sehingga istilah "hutan beton" yang diidentikan dengan pembangunan gedung-gedung tinggi bisa berangsur terkikis karena penambahan ruang hijau yang dilakukan oleh perencana dan pengelola gedung.
Comments
Post a Comment