Skip to main content

30 Days of Productivity: Lampu Langsung Lintas

Day 13
Lampu Langsung Lintas

Kebiasaan orang Indonesia ketika menyebutkan sesuatu yang kurang lengkap. Misalnya menyebut rambu "lampu lalu lintas" dengan "lampu merah". Padahal di sana gak tertera lampu merah doang. Masih ada lampu kuning dan lampu hijau. Apakah karena selalu dikecewakan dengan lampu merah (soalnya bikin kita menunggu lama/menghambat) sehingga hal negatif tersebut selalu membekas di kepala? Atau karena warna merah lebih memorable daripada lampu kuning, lampu hijau, atau kenangan mantan? Gue gak akan membahas tentang hal tersebut. Hal yang akan gue bahas secara singkat berkaitan dengan lampu lalu lintas ini adalah kebiasaan orang Indonesia ketika menunggu di belakang lampu lalu lintas.

Salah satu kebiasaan orang Indonesia terhadap lampu lalu lintas adalah gak sabaran. Terlihat banyak sekali kendaraan bermotor yang melewati batas menunggu garis lampu lalu lintas. Gue rasa ketika pengendara kendaraan tersebut melewati batas menunggu di garis lampu lalu lintas, mereka mendapatkan achievment terbesar di jalan raya. Achievement tersebut berupa poin yang ketika diakumulasikan akan menjadi payung, piring, ataupun grand prize berupa lampu lalu lintas yang dapat dipasang di rumah masing-masing lengkap dengan polisi lalu lintasnya.

Sumber di sini
Melanggar Rambu Lampu Lalu Lintas
Sumber di sini
Mungkin Zebra Cross Menjadi Tempat Eksklusif Bagi Kendaraan Bermotor
Bagi gue sikap tersebut justru menjadi cerminan keterpurukan moral. Gue yakin orang Indonesia paham bahwa melanggar ketentuan di jalan raya akan dikenakan sanksi, tapi gue juga yakin sebagian besar masyarakatnya tidak sadar bahwa kebiasaan yang mereka lakukan ketika menunggu di rambu lalu lintas salah satunya akan mempengaruhi tumbuh kembang anak-anak mereka. Kok bisa? Sifat anak akan menurun dari orang tuanya baik secara langsung maupun tidak langsung. Ketika sifat ini dilakukan atau ditunjukan kepada anak, otomatis anak tersebut melihat apa yang dilakukan orang tuanya dan menjadikan sikap tersebut sebagai panutan. Jika anak melihat orang tuanya berkendara melanggar rambu lalu lintas, gue rasa si anak akan mengikuti apa yang dilakukan orang tuanya karena si anak memiliki rasa percaya ketika melanggar rambu lalu lintas akan mendapatkan poin yang bisa ditukarkan dengan mainan happy meal.

Selain kebiasaan melewati garis batas menunggu lampu lalu lintas, hal annoying masyarakat Indonesia ketika berada di rambu lalu lintas adalah membunyikan klakson ketika lampu hijau baru berlangsung 0,5122782315231 detik. Ini termasuk hal yang sangat menganggu gue sebagai pengguna jalan. Ya bok sabar dikit toh mas/mba, wong lampu baru hijau 0,5122782315231 detik mas/mba udah mencet-mencet klakson, emangnya lagi ikutan lomba cerdas cermat mas/mba? Jika golongan orang-orang tersebut ikutan cerdas cermat, potensi mereka untuk menang tinggi karena kecepatan membunyikan bel sungguh terasa cepat, bahkan mengalahkan kecepatan cahaya ketika aba-aba sudah diinstruksikan. Kalo aja gue sebagai petugas kepolisian, gue akan membuat alat pendeteksi yang secara otomatis dapat meledakan kendaraan bermotor ketika membunyikan klakson sebelum detik ke-1. Dengan alat tersebut, gue dapat membantu pemerintah dalam mengurangi angka kendaraan di jalan raya untuk mengatasi kemacetan.

Kegelisahan gue akan dua hal tersebut menjadi tantangan bagi masyarakat (termasuk gue) dalam merubah kebiasaan pelanggaran lampu lalu lintas ini. Apakah memang harus membuat alat yang gue sebutkan sebelumnya untuk mendidik kebiasaan masyarakat dalam menggunakan jalan raya? Atau harus ada edukasi kembali kepada pengguna jalan raya? Padahal dengan adanya rambu lalu lintas tersebut setidaknya dapat meminimalisir angka kecelakaan dalam berkendara di jalan raya dan mengatur masyarakat pengguna jalan raya agar lebih tertib. Coba bayangin kalo gak ada rambu lalu lintas di dunia ini. Udah berapa banyak kendaraan yang bertabrakan di persilangan jalan? Seberapa repot ketika polisi yang mengambil alih tugas rambu lalu lintas? Dan seberapa seret penghasilan polisi lalu lintas karena gak ada yang ditilang? Seharusnya kita berterima kasih dan bersedia untuk sabar menunggu ketika berada di rambu lalu lintas.

Di sini gue mengajak kepada pembaca blog gue buat menanamkan rasa tertib. Karena dari sikap tertib yang kita lakukan, pengaruhnya akan dapat dirasakan oleh kita berupa kepuasan pribadi kita ketika tidak melanggar rambu lalu lintas. Dan juga duit habis begitu saja karena tidak ditilang di rambu lalu lintas. Nunggu pacar belanja beberapa jam aja (walaupun kepaksa) aja bisa, nunggu kepastian dari kecengan sampe 3 tahun aja masih bisa, masa nunggu beberapa detik buat instruksi rambu lalu lintas aja gak bisa?

Sumber Gue Sendiri
Gak Ada Salahnya Kok Buat Tertib, Yang Salah Itu 1+1=3


Comments

Popular posts from this blog

Perjalanan 3 tahun

*menghela nafas* Tahun 2013 menjadi tahun yang baik buat gue karena disitulah gue akhirnya menyelesaikan tingkat I di jurusan arsitektur di kampus gue. Dan di tahun ini juga, tahun ke tiga buat gue yang menjadi kesempatan terakhir gue untuk mengejar mimpi sebagai calon dokter dengan tes sbmptn (seleksi bersama masuk perguruan tinggi negeri) yang sebelumnya gue udah ikuti sebanyak dua kali. Ngomong-ngomong soal tes sbmptn ini, gue sendiri tahun ini gak terlalu ambisius buat ikut tesnya karena disibukkan oleh jadwal-jadwal perkuliahan yang padat seperti payudara sapi di masa-masa suburnya dan kegiatan-kegiatan kampus lainnya yang membuat gue tidak bisa meluangkan waktu untuk belajar sbmptn ( alasan, padahal sih males aja lo mas ). Emang sih gue masih ngebet buat masuk kedokteran, tapi kalo dipikir-pikir usaha gue gak sebanding dari apa yang gue mau. Jomplang. Maka dari itu gue udah merasa pesimis duluan buat tes sbmptn tahun ini karena gue yakin semakin tahun tes seleksi masuk pergu

Review Buku "SKRIPSHIT"

Halo semuaaaaa.... *geber-geber motor di blog* Untuk postingan kali ini gue bakalan review tentang buku salah satu idola gue @shitlicious tentang "SKRIPSHIT" SKRIPSHIT gambar dari sini Berbeda dengan buku2 sebelumnya yang gue beli berjudul "Shitlicious" dan "Gado-Gado Kualat", buku bang Alit ini memberikan sesuatu yang berbeda.. #TEEEETT *mengulang "kata berbeda"* poin -10 Oke pokus pake "P", kalo pake "F" jadi pokuf ... *di lempar toga* Bagi yang gak tau buku "Shitlicious" dan "Gado-Gado Kualat" berikut kilasan cover depannya..  Shitlicious Gambar dari sini    Gado-Gado Kualat Gambar dari sini Buku SKRIPSHIT ini memberikan sesuatu yang berbeda dari buku-buku sebelumnya, dari segi kata, bahasa, cerita, maupun cover. Sebelumnya gue mau jelasin tentang kekurangan-kekurangan pada buku-buku dia sebelumnya: Pada buku pertama yang dia lahirkan secara normal, kekuranga

Day 23: Kesehatan Kaki di Waktu Weekend

Day 23 Rekam Jejak Kaki dan Aktivitas Pribadi Awal Bulan Juni kemarin gue bersama istri gue... *cailah sekarang udah punya istri, biasanya ceritanya gak jauh dari gebetan, mantan gebetan, dan pacar khayalan*  *ehem* ...oke lanjut. Gue sama istri gue punya wacana untuk liburan ke luar kota. Kita sepakat mencari suasana baru untuk menikmati  weekend  yang biasanya kita habiskan hanya di apartemen tempat tinggal kita. Hal yang gue dan istri mesti sepakati adalah suasana hotel yang tidak seperti apartemen kita yang mana mempunyai tipikal kamar studio XXI , fasilitas kolam renang, dan akses vertikal berupa lift. Buat apa gue dan istri gue ke luar kota, kalo suasananya sama dengan apartemen tempat tinggal kita? Pencarian destinasi wisata yang terjangkau oleh  budget  liburan   kita adalah Anyer, Bandung, dan Pulau Seribu. Dengan segala pertimbangan sampai melibatkan Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi (woilah segitunya), akhirnya kita memilih Bandung karena daerahnya gue cukup hafal dan c