30 Days of Productivity: Headset vs Uang Makan
Day 23
Headset vs Uang Makan
Headset merupakan salah satu bagian terpenting buat gue karena menjadi teman setia ketika gue sedang melakukan aktivitas olahraga ataupun menikmati perjalanan gue. Dengan benda ini gue selalu menyetel aplikasi radio yang ada di handphone gue. Selain gue terhibur dengan hiburan yang ada di radio, gue pun jadi punya kecengan penyiar radio gara-gara suara dia saat mengudara di radio. Gue menemukan lantunan suara penyiar cewe di salah satu radio swasta yang adem layaknya ubin Masjid Salman ITB. Pas gue kepoin informasi tentang dirinya, benar saja rupanya sungguh mirip dengan suara dia, manis dan lucu. Untuk tulisan kali ini gue gak akan bahas tentang cewe yang gue keceng di radio, melainkan tentang pengorbanan gue terhadap headset.
Kejadian ini gue alami dua minggu yang lalu ketika duit gue tinggal 60 ribu untuk persediaan makan 5 hari kedepan malah gue pake buat beli headset. Waktu itu alasan gue membeli headset adalah headset gue yang sebelumnya rusak. Jika dihitung-hitung, ada 21 headset yang gue rusakan/hilangkan. Semuanya ulah dari kecerobohan gue ketika meletakkan headset. Kerusakan dan kehilangannya berbagai macam bentuk. Hilang di masjid, hilang di jalan, rusak gara-gara kerendam air, keinjek mobil, dan hal-hal lain yang sebenarnya kalo dipikir-pikir kejadian seharusnya tidak perlu dilakukan. Nah di sini pengorbanan gue diuji, antara gue gak makan 5 hari atau membeli headset dengan harapan tidak rusak/hilang. Dengan pemikiran dan pertimbangan yang cukup panjang sampai-sampai gue mengadakan rapat paripurna dengan anggota DPR dan konfrensi pers mengenai keputusan yang gue buat. Akhirnya gue putuskan untuk membeli headset dengan jaminan kepuasan gue terbayarkan. Jika ditinjau dengan akal sehat, mayoritas orang akan memilih untuk makan daripada membeli headset (soalnya headset gak bisa di makan). Berhubung akal gue sudah melewati fase yang jauh di bawah sehat, makanya gue memilih headset karena menurut gue kepuasan batin gue akan terbayarkan jika membeli headset untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari gue. Di kejadian ini, ada pelajaran yang cukup berharga untuk dipetik yaitu kepuasan batin menjadi obat ketika penderitaan menggerogoti kebahagiaan kita. Buktinya entah kenapa gue bisa tahan 5 hari gak makan makanan yang mengenyangkan di bulan puasa ini. Paling cara gue untuk mengakali bagaimana supaya gue bertahan hidup adalah mencari takjil yang cukup untuk mengisi kekosongan perut gue selama satu hari. Sungguh menakjubkan saudara-saudara.
*lanjut dengerin cewe yang gue keceng di radio*
Headset vs Uang Makan
Headset merupakan salah satu bagian terpenting buat gue karena menjadi teman setia ketika gue sedang melakukan aktivitas olahraga ataupun menikmati perjalanan gue. Dengan benda ini gue selalu menyetel aplikasi radio yang ada di handphone gue. Selain gue terhibur dengan hiburan yang ada di radio, gue pun jadi punya kecengan penyiar radio gara-gara suara dia saat mengudara di radio. Gue menemukan lantunan suara penyiar cewe di salah satu radio swasta yang adem layaknya ubin Masjid Salman ITB. Pas gue kepoin informasi tentang dirinya, benar saja rupanya sungguh mirip dengan suara dia, manis dan lucu. Untuk tulisan kali ini gue gak akan bahas tentang cewe yang gue keceng di radio, melainkan tentang pengorbanan gue terhadap headset.
Kejadian ini gue alami dua minggu yang lalu ketika duit gue tinggal 60 ribu untuk persediaan makan 5 hari kedepan malah gue pake buat beli headset. Waktu itu alasan gue membeli headset adalah headset gue yang sebelumnya rusak. Jika dihitung-hitung, ada 21 headset yang gue rusakan/hilangkan. Semuanya ulah dari kecerobohan gue ketika meletakkan headset. Kerusakan dan kehilangannya berbagai macam bentuk. Hilang di masjid, hilang di jalan, rusak gara-gara kerendam air, keinjek mobil, dan hal-hal lain yang sebenarnya kalo dipikir-pikir kejadian seharusnya tidak perlu dilakukan. Nah di sini pengorbanan gue diuji, antara gue gak makan 5 hari atau membeli headset dengan harapan tidak rusak/hilang. Dengan pemikiran dan pertimbangan yang cukup panjang sampai-sampai gue mengadakan rapat paripurna dengan anggota DPR dan konfrensi pers mengenai keputusan yang gue buat. Akhirnya gue putuskan untuk membeli headset dengan jaminan kepuasan gue terbayarkan. Jika ditinjau dengan akal sehat, mayoritas orang akan memilih untuk makan daripada membeli headset (soalnya headset gak bisa di makan). Berhubung akal gue sudah melewati fase yang jauh di bawah sehat, makanya gue memilih headset karena menurut gue kepuasan batin gue akan terbayarkan jika membeli headset untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari gue. Di kejadian ini, ada pelajaran yang cukup berharga untuk dipetik yaitu kepuasan batin menjadi obat ketika penderitaan menggerogoti kebahagiaan kita. Buktinya entah kenapa gue bisa tahan 5 hari gak makan makanan yang mengenyangkan di bulan puasa ini. Paling cara gue untuk mengakali bagaimana supaya gue bertahan hidup adalah mencari takjil yang cukup untuk mengisi kekosongan perut gue selama satu hari. Sungguh menakjubkan saudara-saudara.
*lanjut dengerin cewe yang gue keceng di radio*
Sumber Gue Sendiri Headset Teman Setia Perjalanan |
Comments
Post a Comment