30 Days of Productivity: Roket dan Kroket
Day 4
Roket dan Kroket
Hari ini gue benar-benar full tidur dari pagi sampe sore. Sangat tidak produktif untuk seekor spesies Homo Sapiens seperti gue. Untung aja bangun-bangun masih napak ke tanah. Tapi sayang aja masih belum punya pacar.
*nangis*
Beberapa sebab kenapa gue bisa tidur lama seperti koala pada musim-musim produktifnya (iya, koala musim produktifnya adalah tidur) yaitu saat gue berbincang-bincang dengan teman SMA gue Edwin yang kebetulan satu jurusan dengan gue tapi beda kampus. Malam minggu kemarin gue habiskan waktubersama pacar gue dengan berbincang mengenai topik yang menjadi kegelisahan gue selama ini yaitu perbedaan jurusan arsitektur di kampus gue dengan kampus dia yang notabene salah satu jurusan arsitektur terbaik di Indonesia dan tentang pola berpikir arsitektur dari pandangan gue dan dia. Cuman satu kesimpulannya buat mendeskripsikan obrolan kemarin malam:
"Kenapa gue gak ngobrol sama temen gue ini dari dulu nyet?!" #nangis
Gue baru sadar selama gue berarsitektur cara dan pola berpikir gue selalu miss di satu fase. Gue selalu melongkapi satu tahap di mana tahap tersebut sebenarnya sangatlah krusial untuk memberikan suatu solusi arsitektural dari rancangan desain gue yang gue buat selama ini. Rasanya seperti kuliah kelas karyawan obrolan pada malam tersebut. Segala hal tentang arsitektur yang kita pelajari disimpulkan dengan obrolan singkat dengan studi kasus yang diambil dari apa yang kita kerjakan selama masa perkuliahan, baik itu tugas ataupun sayembara. Sebenarnya gue masih menyesali kenapa gue baru sempet ngobrol sama Edwin baru-baru ini. Jauh sebelum itu hari kemarin, selama masa studi arsitektur yang gue tempuh, gue selalu stress dengan cara dan pola berpikir yang gue jalanin. Tidak tanggung-tanggung, hujatan-hujatan gue lontarkan secara deras kepada jurusan kampus gue seperti aliran air di pintu air Manggarai. Gue rasa, gue kurang cocok dengan pola yang diberikan kampus kepada gue dan apa yang diberikan kampus menurut gue belum menyampaikan jiwa arsitektur yang utuh lewat pendidikan arsitektur kepada mahasiswanya. Namun semua penyesalan tersebut terkikis karena gue masih mempunyai waktu untuk membuktikan kepada jurusan kampus gue tentang hal-hal arsitektur yang gue dapet dari jurusan arsitektur kampus lain lewat sisa mata kuliah dalam studi arsitektur gue yaitu Tugas Akhir. Tiga jam untuk sebuah obrolan yang dapat membuat gue bertekad untuk membuktikannya di mata kuliah tugas akhir selama 6 bulan ke depan. Thanks mate, something has changed to me at that time about architecture. Once again thank you.
Cukup sudah curhatan gue tentang hari kemarin dan perubahan yang gue alamin pada hari ini. Sekarang gue akan membahas tentang desain gue kerjakan secara singkat hari ini. Baru-baru ini gue membereskan sebuah serial berjudul "100" tentang bagaimana cara bertahan di bumi dari segala ancaman yang ada. Singkat cerita, pemeran utama dari serial ini adalah penduduk bumi yang tinggal di luar angkasa dan saat tempat tinggalnya di luar angkasa krisis oksigen dan pada akhirnya penduduk bumi tersebut turun ke bumi. Pada saat itu, bumi sedang terkena radiasi nuklir yang menyebabkan banyak penduduk bumi yang mengungsi ke luar angkasa. Nah dari sana gue tertarik dengan stasiun luar angkasa dan roket sebagai transportasi mereka untuk sampai bumi. Untung transportasinya pakai roket bukan odong-odong. Entah kenapa gue saat desain roket yang gue buat malah jadi kaya kroket.
Mungkin karena menyambut bulan Ramadhan jadinya gue terbayang-bayang akan takjil sebelum berbuka puasa. Dari film serial "100", gue bermimpi ingin mempunyai sebuah roket. Jadi, jika sewaktu-waktu gue bosen dengan kehidupan bumi, gue bisa cabut ke tempat di luar angkasa sana. Kali aja waktu berbuka di sana (mengingat besok sudah hari pertama puasa) lebih cepet daripada di bumi.
Roket dan Kroket
Hari ini gue benar-benar full tidur dari pagi sampe sore. Sangat tidak produktif untuk seekor spesies Homo Sapiens seperti gue. Untung aja bangun-bangun masih napak ke tanah. Tapi sayang aja masih belum punya pacar.
*nangis*
Beberapa sebab kenapa gue bisa tidur lama seperti koala pada musim-musim produktifnya (iya, koala musim produktifnya adalah tidur) yaitu saat gue berbincang-bincang dengan teman SMA gue Edwin yang kebetulan satu jurusan dengan gue tapi beda kampus. Malam minggu kemarin gue habiskan waktu
"Kenapa gue gak ngobrol sama temen gue ini dari dulu nyet?!" #nangis
Gue baru sadar selama gue berarsitektur cara dan pola berpikir gue selalu miss di satu fase. Gue selalu melongkapi satu tahap di mana tahap tersebut sebenarnya sangatlah krusial untuk memberikan suatu solusi arsitektural dari rancangan desain gue yang gue buat selama ini. Rasanya seperti kuliah kelas karyawan obrolan pada malam tersebut. Segala hal tentang arsitektur yang kita pelajari disimpulkan dengan obrolan singkat dengan studi kasus yang diambil dari apa yang kita kerjakan selama masa perkuliahan, baik itu tugas ataupun sayembara. Sebenarnya gue masih menyesali kenapa gue baru sempet ngobrol sama Edwin baru-baru ini. Jauh sebelum itu hari kemarin, selama masa studi arsitektur yang gue tempuh, gue selalu stress dengan cara dan pola berpikir yang gue jalanin. Tidak tanggung-tanggung, hujatan-hujatan gue lontarkan secara deras kepada jurusan kampus gue seperti aliran air di pintu air Manggarai. Gue rasa, gue kurang cocok dengan pola yang diberikan kampus kepada gue dan apa yang diberikan kampus menurut gue belum menyampaikan jiwa arsitektur yang utuh lewat pendidikan arsitektur kepada mahasiswanya. Namun semua penyesalan tersebut terkikis karena gue masih mempunyai waktu untuk membuktikan kepada jurusan kampus gue tentang hal-hal arsitektur yang gue dapet dari jurusan arsitektur kampus lain lewat sisa mata kuliah dalam studi arsitektur gue yaitu Tugas Akhir. Tiga jam untuk sebuah obrolan yang dapat membuat gue bertekad untuk membuktikannya di mata kuliah tugas akhir selama 6 bulan ke depan. Thanks mate, something has changed to me at that time about architecture. Once again thank you.
Cukup sudah curhatan gue tentang hari kemarin dan perubahan yang gue alamin pada hari ini. Sekarang gue akan membahas tentang desain gue kerjakan secara singkat hari ini. Baru-baru ini gue membereskan sebuah serial berjudul "100" tentang bagaimana cara bertahan di bumi dari segala ancaman yang ada. Singkat cerita, pemeran utama dari serial ini adalah penduduk bumi yang tinggal di luar angkasa dan saat tempat tinggalnya di luar angkasa krisis oksigen dan pada akhirnya penduduk bumi tersebut turun ke bumi. Pada saat itu, bumi sedang terkena radiasi nuklir yang menyebabkan banyak penduduk bumi yang mengungsi ke luar angkasa. Nah dari sana gue tertarik dengan stasiun luar angkasa dan roket sebagai transportasi mereka untuk sampai bumi. Untung transportasinya pakai roket bukan odong-odong. Entah kenapa gue saat desain roket yang gue buat malah jadi kaya kroket.
Sumber dari sini Rupa Kroket |
Sumber di sini Orang Bumi Jahat-Jahat |
Sumber Gue Sendiri Ini roket, bukan kroket |
Comments
Post a Comment