30 Days of Productivity: Jakarta dan Sebagian Kecil Harapan Masyarakatnya

Day 14
Jakarta dan Sebagian Kecil Harapan Masyarakatnya

H+7 ulang tahun Jakarta dan gue minta maaf karena baru sempat mengucapkan "Selamat Ulang Tahun Jakarta" di blog gue. Sebagai anak Jakarta yang suka mengaji, gue merasa gagal sebagai warga ibukota negara yang baik. Gue harap dengan keterlambatan ini, Pak Ahok tidak menutup pintu untuk gue pulang ke tanah kelahiran. Paling-paling sampe gerbang tol Cikarang, kepala gue ditebas pake golok.

Gak kerasa Jakarta sudah berusia 489 tahun. Hampir 5 abad kota ini tumbuh menjadi kota metropolitan dengan segala permasalahannya. Gue sendiri tinggal di kota Jakarta baru 11 tahun dan dapat menghasilkan beberapa tulisan gue di blog mengenai cerita gue tentang kota Jakarta. Artinya 478 tahun yang silam sebelum gue pindah ke kota Jakarta gue, kota ini sudah penuh sesak seperti jalanan di Jakarta pada pagi dan sore hari dengan cerita baik itu senang, sedih, susah, gampang, dan serangkaian padatnya kisah di kota ini.

Jika ditinjau secara pengalaman gue saat ini, gue udah melewati berbagai kisah di ibukota negara ini. Dari ancaman terorisme sampai cerita kapitalisme. Maklum ada tuntutan yang gue harus lakukan di kota sebelah yaitu kuliah. Gue mulai merantau ke Bandung sejak 2012 sampai saat ini. Mungkin karena kenyamanan yang ditawarkan kota Bandung yang membuat gue jarang pulang ke rumah dan juga cinta gue yang belum beres-beres sampai sekarang semenjak awal perkuliahan berlangsung.

*nyender ke bahu* *bahu jalan*

Sekalinya pulang ke rumah, gue tercengan dengan segala macam pembangunan dan kemajuan infrastruktur kota. Mulai dari pembangunan gedung-gedung bertingkat, transportasi massal MRT, sampai pembuatan jalan layang yang membentang dilangit layaknya rollercoaster di dufan (soalnya gue sangka itu wahana ekstensi rollercoaster dufan. Sumpah norak banget gue). Awalnya gue mengkritik keras pembangunan-pembangunan tersebut karena gue rasa kota ini berevolusi menjadi belantara beton. Gue sebagai mahasiswa arsitek cukup tau garis besarnya mengenai bagaimana pembangunan yang baik dan benar baik itu skala kecil seperti bangunan atau skala besar seperti rancang kota sehingga gue kadang suka kesel melihat ada pembangunan yang kesannya cukup menganggu aktivitas yang berpengaruh kepada tingkat happiness masyarakat perkotaan. Makanya gue cukup kagum dengan Ridwan Kami dan Tri Rismaharini ketika mereka memimpin kotanya. Mereka yang sebelmnya berprofesi sebagai arsitek tau betul bagaimana cara menata pembangunan di dalam kota dari ilmu yang mereka dapatkan selama masa studi arsitektur. Makanya gue berharap suatu saat nanti gue akan memimpin ibukota seperti role model yang gue sebutkan sebelumnya. Hasil terawangan gue, jika saja gue memimpin kota Jakarta adalah, sehari menjabat gue langsung dikudeta sama masyarakat, di arak keliling kota, dan tewas tergantung di lidah monas. Tapi jika dipikir-pikir kembali, gue rasa memang pembangunan yang berada di kota Jakarta menjadi suatu kebutuhan karena kota Jakarta sudah terlanjur menjadi pusat aktivitas negara Indonesia. Gue rasa dengan menyebarkan pembangunan ke daerah-daerah di luar kota Jakarta, beban dari pembangunan ibukota negara ini akan menjadi sedikit lebih ringan. Jadi sebenarnya, pembangunan kota Jakarta gak seluruhnya salah. Sudah syukur kita dipimpin oleh Pak Ahok dalam membangun kota Jakarta lebih baik. Berkat beliau setidaknya permasalahan-permasalahan di kota Jakarta teratasi dengan sangat baik. Dari mulai isu permukiman sampai kemacetan. Mimpi gue sebagai calon arsitek masa depan untuk berkontribusi dalam pembangunan kota agar menjadi lebih baik adalah membangun ruang-ruang agar kehidupan kota lebih sejahtera. Gue suka dengan apa yang dilakukan Ridwan Kamil terhadap kota Bandung atau arsitek idola gue yang kebetulan juga pernah menjabat sebagai walikota Curitiba Brazil Jamie Lerner ketika membangun kotanya. Mereka dapat membangun ruang-ruang yang dapat meningkatkan indeks happiness masyarakat yang ada di perkotaan sehingga tercermin bahwa kota tersebut cukup sejahtera dan livable untuk ditempati/disinggahi.

Itulah sebagian kecil kisah yang gue rasakan saat ini terhadap rumah asal gue yaitu kota Jakarta. Doa gue adalah sebagian kecil harapan dari masyarakat ibukota agar kota ini lebih sejahtera. Doa gue semoga Jakarta menjadi tempat yang dirindukan orang. Dari perantau sampai Pengusaha Macau, turis lokal sampai turis interlokal, penduduk asli ibukota sampai peduduk asli luar ibukota. Segala macam bangsa, etnik, dan ras berkumpul di kota ini untuk mengadu nasib atau sekedar nonton persib. Kerinduan gue dan masyarakat ibukota yang menjadi doa bagi agar engkau menjadi tempat yang lebih baik dari sebelumnya. Mengutip kata-kata dari instagram Ary Mozta di postingan ini yang akan menjadi penutup dari tulisan ini. Mengingatkan gue akan mencintai rumah gue sendiri yaitu kota Jakarta:

"Ada hari-hari di mana gue mulai membenci kota ini. Macetnya, polusinya, belum lagi cuacanya yang lagi nggak enak banget. But every now and then, Jakarta reminds us all of why we love her so much in the first place."

Sumber Gue Sendiri
Selamat Ulang Tahun Jakarta!

Comments

Popular posts from this blog

Day 23: Kesehatan Kaki di Waktu Weekend

Day 21: Modernitas Area Bermain Anak

Perjalanan 3 tahun