30 Days of Productivity: Photogenic
Day 3
Photogenic
Sebelum membahas ke topik tulisan gue, by the way, selamat buat teman-teman gue Arsitektur ITENAS angkatan 2012 yang lulus sidang akhir gelombang IIA. Selamat juga khususnya buat Alton, Agti, Galih, Asep, Arfan, Bagus, Olga, Andin, Aster, Ocha, Riri, dan lain-lain yang gue gak bisa sebutkan namanya satu persatu (karena gue cuman taunya itu) yang mendapatkan nilai A. So proud of you guys yang awalnya kita masuk arsitektur bareng dan brengseknya pada akhirnya kalian semua bakal lulus duluan dari gue. Selangkah lagi, kalian akan yudisium, kemudian lulus, dan bakal ngerasain masa-masa sulit nyari kerja kaya apa yang gue rasain sekarang. Muahahuauahaha.
*digebukin* *pake alas maket*
Sebagai personal yang kurang photogenic, gue bingung sebenarnya nikmat dari berfoto itu apa? Apakah bisa membuat hati senang? Apakah itu bisa membuat ketampanan/kecantikan seseorang meningkat? Apakah hanya bisa menghasilkan ratusan like seperti yang dilakukan Dian Sastro saat dia nge-posting kesehariannya di instagram yang cantiknya keterlaluan? Jika dibanding-bandingkan gue dengan Dian Sastro nge-posting di Instagram kurang lebih seperti ini:
Dian Sastro posting wajah dia di Instagram: 17201 likes
Ada alasan yang gue yakinin kenapa gue kurang begitu tertarik jika melihat kamera untuk berfoto-foto (kecuali foto KTP, KTM, SIM). Gue gak punya foto waktu gue masih kecil yang bikin gue terkenang atau sekedar mengetahui sebagaimana jauh perkembangan gue dari zaman ke zaman sehingga hasrat gue untuk berfoto tidak begitu tinggi.
Kok gak punya mas? Biasanya orang tua suka foto anaknya kalo masih kecil soalnya kan lagi masa-masanya lucu gitu mas.
Soalnya gue waktu kecil (sampe sekarang juga masih kecil), gue gak begitu lucu. Bahkan gue yakin, waktu orang tua gue liat gue tumbuh berkembang, mereka ingin rasanya untuk memberikan gue kepada harimau. Katanya waktu itu Kebun Binatang Ragunan kekurangan pangan untuk harimau. Berhubung orang tua gue gak mau masuk penjara karena kasus pembunuhan harimau (karena tuduhan memberikan racun kepada satwa langka), makanya keinginan tersebut ditunda. Sebenarnya ada foto gue masih kecil, cuman foto tersebut disimpan sama almarhumah nenek gue saat di rumahnya dulu. Alasannya biar kalo kangen sama cucunya tinggal lihat foto, kangennya bakal hilang.
Kembali gue dan foto. Gue sampai sekarang bertanya-tanya "Dulu rupa gue waktu kecil kaya apa ya, sampe orang tua gue rela memberikan gue sebagai pangan harimau?". Satu-satunya jawaban dari pertanyaan gue adalah rapot sekolah gue. Di sana tercantum foto gue. Terharu rasanya saat gue bisa menemukan foto gue waktu kecil. Kalo dilihat-lihat jika gue diposisi orang tua gue, gue akan melakukan hal yang sama seperti orang tua gue pikirkan kepada gue. Ada cerita lucu mengenai gue dan juga foto. Waktu gue kenalan sama mantan gue lewat friendster, gue waktu itu gak mencantumkan foto gue di profil friendster gue. Malahan yang gue cantumkan adalah foto klub AC Milan yang di mana gue bukan pemain dari AC Milan. Dan lebih awkward-nya, gue kenalan sampai jadian sama mantan gue dengan posisi benar-benar buta. Gak tau rupa gue kaya gimana. Tragis memang #pukpukmantan #pukpukdamasjuga
Menurut gue, foto itu bercerita bagaimana pribadi kita bermetamorfosa menjadi seseorang yang lebih berkembang, dari segi fisik maupun psikis kita sebagai manusia, sang khalifah di muka bumi ini (benerin peci). Sebuah waktu yang dibekukan dan dikemas membentuk sebuah jiwa di dalam bingkai. Foto juga bagian dari musikalisasi jiwa yang berwujud grafis. Ada bagian lirik dari lagu photograph dari Ed Sheeran yang paling gue suka dan ini menjadi penutup dari bagian tulisan di hari ketiga ini.
...
We keep this love in this photograph
We made these memories for ourselves
Where our eyes are never closing
Our hearts were never broken
Times forever frozen still
...
Sumber Gue Sendiri Katakan Keju! |
Comments
Post a Comment